My possesive CEO Part 1
My possesive CEO part 2
My Possesive CEO Part 3
My Possesive CEO Part 4
My Possesive CEO Part 5
My Possesive CEO Part 6
PART 7
Happy Reading pals sweetie...........................
My possesive CEO part 2
My Possesive CEO Part 3
My Possesive CEO Part 4
My Possesive CEO Part 5
My Possesive CEO Part 6
PART 7
Happy Reading pals sweetie...........................
Aku duduk
termenung di atas ranjang ku. Rasa kantuk mulai menyerang ku. Setelah makan
malam bersama Siwon dan Laurent di restoran cina, jam sembilan malam Siwon
mengantarku ke kamarku. Dia menyuruhku agar tidur di ranjangnya. dia khawatir padaku, katanya. Tapi aku menolaknya -butuh perjuangan
menolaknya. Dia sangat keras kepala-dan aku butuh sendirian untuk menenangkan
diriku yang terguncang.
Sekarang aku
menyesal menolaknya. Aku tidak butuh sendirian tapi aku butuh di pelukkannya
untuk menenangkan ku. Aku bukan munafik tapi aku punya harga diri.Dan harga
diriku yang tinggi membawaku ke tempat yang hampa, menyesal. Aku melihat jam di
layar Samsungku di atas pangkuanku, jam dua pagi. Dia pasti sudah tidur nyenyak
mungkin dia juga sudah mendengkur atau sudah mimpi indah.
Aku tidak bisa
tidur. Setiap kali aku mencoba memejamkan mataku, percakapan antara aku dan
Tiffany di Cafe kemarin siang berputar-putar di dalam memoriku. Di sisi lain
ku, aku menyalahkan diriku sendiri. Tapi di sisi ku yang lainnya, masih tetap
menyalahkan TOP dan Tiffany. Mereka berdua sembilan puluh persen salah. Sisanya
aku yang salah. Kenapa situasi ini selalu membawaku kedalam kebingungan? Aku
bisa gila begini terus. TOP tetap salah, dia tidak memberitahumu secara
langsung. Dia seperti banci.
Tapi Tiffany sudah
mengatakan alasannya. Setelah membuatmu seperti mayat hidup? Dan kau percaya
pada perkataan Tiffany? Dia sahabatku. Sahabat yang merusak hubunganmu.
Membuatmu menderita. Kau masih menganggapnya sahabat? Kau bodoh! Aku sudah lama
mengenalnya. TOP dan Tiffany tak lebih dari seorang pengecut. Egois. Dan jahat.
Ber---
Sebelum aku
menjadi orang yang tidak waras secara permanen, Samsungku bergetar di atas
pangkuanku. Terkejut ketika nama Boss Siwon terpampang di layar. Tidak butuh
banyak berpikir aku mengangkatnya.
"Hai,"
kataku pelan, menahan suaraku agar tidak berteriak kesenangan.
"Hai,"
suaranya terdengar terkejut.
"kenapa kau belum
tidur?"
"Kau juga
belum tidur." Dia mendengus. "Aku memikirkanmu. Kau tahu?"
Tiba-tiba saja aku
merasakan kupu- kupu berterbangan dengan liar di dalam perutku.
"Terimakasih
sudah mengkhawatirkan ku, Won-ah."
"Kau tidak
bisa mengontrol emosimu kemarin siang. Tidak seperti dua hari yang lalu,"
kemarin dia tidak memintaku agar menceritakan kenapa aku menangis dan
pembicaraan antara aku dan Tiffany. Dia tidak ikut campur pada privasi ku. Dia
benar, aku kehilangan kontrol. Menangis di tempat umum dan di pelukkan Boss,
itu pertama kalinya di hidupku dan aku harus menahan rasa malu karna banyak
orang yang berlalu-lalang yang menatap kami dengan berbagai macam ekspresi. Aku
tidak menangisi TOP mencintai Tiffany atau TOP dan Tiffany akan menikah besok.
Tapi diriku sendiri. Aku baru menyadari bahwa rasa cinta untuk TOP sudah
hilang. Kenapa? Apa karna Siwon sudah mengisi hatiku? Tapi ini terlalu cepat
bagiku. Aku tidak mau menangisi putus cinta untuk ke dua kalinya dalam waktu
dekat.
"Kau
memikirkan sesuatu?" iya, kau. Aku mengangguk. Namun aku langsung
menyadari kebodohanku. Siwon tidak bisa melihatku mengangguk.
"Iya."
"Apa
itu?" suaranya memaksa. Aku memutar mataku.
"Jam tujuh
malam adalah pernikahan Tiffany dan TOP. Aku sudah berjanji akan datang. Tapi
kau sudah janji hari ini kita pulang," aku memainkan ujung rambutku
menunggu jawabannya.
"Pernerbangan
hari ini penuh. Aku dapat tiket pernerbangan awal besok, jam satu pagi. Kau,
Laurent dan aku akan pergi bersama ke pernikahan mereka malam ini."
"Kau di
undang?" aku terkejut.
"Orang
terkenal sepertiku, pasti di undang," dia berkata dengan bangga. Aku
mencibirnya sombong. Dia terkekeh geli. Aku menguap lebar. Sepertinya dia
mendengar aku menguap.
"Tidurlah.
Ini sudah jam tiga pagi. Matikan teleponnya." Aku tidak mematikan
teleponku.
"Agnes,
matikan," katanya lembut. Aku menggigit bibirku sebelum berbicara.
"Siwon?"
kataku ragu-ragu.
"Ya? Apa? Kau
menginginkan aku di sana?" aku bisa mendengar dia tertawa di ujung
telepon.
"Maukah kau
bernyanyi satu atau dua bait sebagai pengantar ku tidur?" aku jadi gelisah
ketika dia terdiam hampir satu menit. Apa permintaanku membuatnya tersinggung?
Dia
berdehem."Lagu apa?" Aku tidak bisa menyembunyikan suara senang ku,
"Lagu
ciptaanmu?" seharusnya sebuah pernyataan bukan pertanyaan.
"Lagu
ciptaanku tentang s*x semua. Kau yakin ingin mendengarnya sebelum tidur?"
Aku mendadak membeku. Tidak mau. Aku nanti akan memimpikannya yang tidak-tidak.
"Terserah
kau. Asalkan bukan lagu s*x mu," aku lemas. Dia tertawa.
"Kau
membuatku tersinggung, nona," suaranya di buat-buat lirih.
"Terserah.
Cepat bernyanyi," kataku menuntut. Membenarkan posisi tidurku di ranjang,
menarik selimut hingga batas leher. Selanjutnya yang ku dengar dia mulai
bernyanyi, suaranya benar-benar bagus dan berkarakter. Hatiku seperti di
selimuti bunga-bunga yang indah dan harum. Aku tidak tahu lagu siapa yang dia
bawakan, dia menuruti ku, tidak membawakan lagu ciptaannya. Setelah itu,
aku jatuh tertidur saat dia masih bernyanyi dan terlelap dengan jantung
berdebar. Suatu saat nanti. Aku ingin melihatnya bernyanyi secara langsung
sambil memainkan piano. Aku rasa, aku akan memimpikannya.