My possesive CEO part 4 re-make dari wattpad kaka silver_
My possesive CEO Part 1
My possesive CEO part 2
My possesive CEO part 3
Part 4
Aku
membuka google di ponselku karna aku tidak membawa laptop, lalu mencari nama
"Choi Siwon". Muncullah foto- foto dirinya dan beberapa artikel tapi
hanya ada artikel dirinya yang sebagai pengusaha terkenal bukan mantan seorang
penyanyi. Seperti apa yang dikatakan Laurent. Aku tidak menuduh Laurent
membohonginku. Karna dia punya appa anti bohong, pasti anaknya diajarkan juga
untuk tidak berbohong. Terlebih Laurent adalah seorang anak kecil yang polos.
Aku
tambah penasaran saat mendapatkan foto dirinya bersama tiga pria dan satu
wanita cantik, di Cafe. Aku mendapatkan foto lainnya, Siwon sedang memeluk
yeoja cantik itu. Menggandengnya, merangkulnya dan terakhir mereka brciuman.
Apa Siwon tipe namja brciuman dengan yeoja siapa saja? Aku menggeram marah.
Tapi aku tersadar, untuk apa aku menggeram marah? Demi Tuhan aku tidak tahu.
Lupakan saja itu!
Aku mengacak-acak rambutku
dengan kesal. Seandainya aku tahu nama-nama mereka diantara empat orang itu,
kemungkinan besar aku bisa tahu, siapa sebenarnya Siwon.
"Hey,
pemalas, bangun." Aku pasti sudah gila. Aku memimpikan seseorang yang
seharusnya membawaku berlari menjauhinya bukan jatuh ke dalam pesonanya yang
maskulin, dan tampan. Aku mendelik kegelian karna tangan sebelumnya
mengelus kepalaku kini jatuh ke wajahku lalu dia memainkan jarinya di atas
bibir. Aku menangkap jarinya yang mengelus bibirku, "Kau membuatku
geli," aku memberinya godan yang snsual. Mengigit kecil
jarinya. Ini mimpi terliar pertamaku. Dia mendesis, "Aku tahu. Jika kau
terus mengigit jariku, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu.
Demi Tuhan, Agnes. Aku tidak bisa tidur nyenyak semalam karna terus
membayangkan mu baby." Setiap kata frontal yang dia ucapkan membuat ku basah. Aku
mendiamkan jarinya di dalam mulutku. Aku berpikir sejenak. Ini bukan seperti
mimpi. Apa aku berhalusinasi? Tapi aku tidak melihat wajahnya. Hanya merasakan
kehadirannya di dekatku dan suaranya.
Aku
mencoba membuka mataku secara lambat. Siput masih cepat jika dibandingkan
dengan tingkahku ini. Aku berharap, aku hanya sedang bermimpi. Aku menemukan
mata coklat menggelap menatapku saat aku membuka mata. Aku melotot
kaget dan ketakutan. Refleks aku
menendang lengannya hingga jatuh terjerembab ke lantai di ikuti suara
kesakitan. Aku meringis. Sungguh aku tidak bermaksud membuatnya jatuh, aku
hanya ingin menjauhkan wajahnya dari wajahku. Dia berdiri, menatapku tajam dan
bersidekap.
"Beraninya kau melakukanku seperti ini setelah aku memberi
jariku untuk kau gigit." Kenapa dia berkata dengan suara
pelan? Biasanya dia berteriak.
"Mwoo?" aku
membentak. Aku bingung harus mengatakan apa? Wajahku menghangat menahan malu.
Pasti merah padam. Setiap detik berlalu aku mengharapkan lantai kamar ini
terbuka lalu menelanku, daripada harus menatapnya. Aku harus mengalihkan topik.
"Bagaimana bisa kau
masuk?" aku tidak memberinya pass keamanan kamarku.
"Kekuasaan bisa
menjawab apa yang ku mau," menjawab dengan tenang. Sombong, tukang pamer,
makiku dalam hati. aku meninggalkan kasur. Berdiri dan melotot.
"Aku akan
menuntutmu karna masuk menerobos seperti maling." Dia tertawa meledek.
"Kaupun akan ku
tuntut karna percobaan pemrkosaan."
"APA?" aku
menjerit frustasi. Lelah jika terus beradu mulut dengannya. Aku selalu
terpojok.
Pintu kamarku terbuka
lebar. Seorang yeoja kecil memakai pakaian dress masuk dengan ekspresi ingin
tahu.
"Appa melukai agnes
imo? Kenapa imo berteriak?" Laurent menghampiri Siwon. Kemudian menatapku
menunggu jawaban.
"Tidak! Tidak
apa-apa." Aku mendahului Siwon sebelum bibir tipisnya berbicara aneh pada
Laurent. Aku menggaruk kepalaku tidak gatal. Aku merasakan ada sesuatu yang ku
lupakan. "Apa aku melupakan sesuatu?" Siwon mendengus. Laurent tampak
kesal.
"Kita. Akan. Pergi.
Ke. Pantai. Se-ka-rang." Ayah dan anak kompak menjawab dan penuh
penekanan. Aku merinding mendengar suara mereka. Menakutkan ayah dan anak jika
sedang kesal.
***
"Makan makananmu. Apa
kau menunggu seseorang menyuapimu?" Siwon menegurku karna aku tidak
menyentuh roti panggang isi sosis, sarapanku. Aku merengek,
"Apa aku bisa
memakan makananku di tempat lain? Selera makanku hilang saat tempat ini memutar
musik Rock. Seperti aku mendengar orang kesurupan bukan bernyanyi," aku
bersumpah tidak akan pernah mau lagi menginjak
kakiku untuk ke dua kalinya ke tempat ini. Rahangnya mengeras.
"Kau tidak
pantas mengatakan musik Rock seperti itu. Musik Rock special. Hanya suara
powerfull yang mampu membawakan lagu dengan baik. Orang sepertimu mana bisa
membawakannya dengan baik."
"Kenapa kau marah?
Sepertinya kau tahu banyak tentang musik kerasukkan itu. Apa kau penyanyi
Rock?" aku mencibirnya kesal.
Aku
pernah memarahi Minho dan TOP karna menyetel lagu Rock dengan volume kencang.
Dan aku pernah menangis saat Minho dan band SMA nya menyanyikan lagu Rock di
acara ulang tahunku ke 23. Setelah itu Minho berjanji tidak akan menyalakan
lagu Rock atau bernyanyi Rock dihadapanku.
"Makan saja
makananmu. Tidak perlu banyak bertanya."
"Dasar pemarah,"
gumamku sepelan mungkin.
Aku makan roti panggangku
dengan terpaksa. Seperti aku di suruh makan bubur. Aku tidak suka bubur seperti
aku tidak menyukai musik Rock.
***
Kami
berjalan kaki ke pantai, hanya tujuh menit waktu yang di tempuh. Di sepanjang
perjalanan Laurent terus berceloteh tentang pantai. Laurent mengatakan, dia
jadi merindukkan pulau milik appa-Siwon. Aku kagum mendengarnya. Dia
benar-benar orang kaya. Tak heran banyak yeoja mendekatinya. Dia nyaris
mendekati sempurna. Seandainya, tatapan intimidasinya, pemarah, kata-kata
vulgarnya dan sifat kasarnya hilang, dia akan terlihat namja yang sempurna yang
pernah aku temui. Saat kami melewati took serba di pinggir jalan, Siwon
mengajak kami membeli kaca mata. Aku menolaknya membayar kacamataku. Seperti
biasa, dia marah dan tetap memaksa dia yang akan membayarnya. Kasir sempat
tercengang melihat aku dan Siwon beradu mulut.
Laurent
langsung antusias saat pertama kali kaki kami baru saja menginjak pasir putih
pantai. Dia langsung berlari kesana-kemari di ikuti dengan tawa dan Siwon tidak
lupa mengabadikan Laurent di kameranya. Aku langsung menjauh dari mereka
berdua. Aku tidak mau merusak moment ayah dan anak karna kehadiran pihak asing
diantara mereka. Aku memilih tempat duduk jauh dari pinggir pantai. Dari
kejauhan aku melihat mereka tertawa lebar saat rumah pasir yang mereka bangun
roboh lagi dan lagi. Aku tidak menyembunyikan senyumku melihat tingkah mereka
tertawa seperti tanpa beban menghimpit benaknya.
Siwon
terlihat tampan mengenakkan kaos polo hitam ketat membungkus otot-ototnya,
celana jeans selutut dan kacamata hitam. Aku membuang muka saat mata kami
bertemu.
Aku memejamkan kuat-kuat
mataku, menolak air mata keluar dari tempat persembunyiannya. Memori dimana aku
dan TOP pergi berlibur kepantai berputar di otakku tanpa aku suruh. Kami
tertawa. Menulis nama kami di pasir. TOP menggendongku
di punggunya ketika kami kembali ke penginapan.
"Suatu saat nanti aku
ingin mengikatmu menjadi bagian dari hidupku, Agnes. Kau yeoja paling berarti
di dalam hidupku. Aku tidak akan bisa bernafas jika kau meninggalkan aku.
Duniaku akan hancur, kau harus tahu itu. Berjanjilah untuk tetap di
sampingku." Dia mengatakannya saat kami sedang makan malam waktu kami
berliburan ke pantai. Dia meminta agar
aku tidak meninggalkannya dan terus di sampingnya. Tapi Dia yang pergi
meninggalkan aku tanpa alasan yang jelas. Aku adalah yeoja paling berarti
baginya. Ya, mungkin itu. Sekarang aku adalah yeoja tidak berarti baginya.
Kenyataan pahit atas pikiranku seperti menghempaskan aku kedalam jurang yang
suram, gelap dan mengerikan.
Orang-orang di dekatku
mengatakan, aku yeoja kuat. Tapi masih sanggupkah aku untuk menjadi kuat ketika
orang yang aku cintai pergi? Diam-diam aku masih mengharapkan TOP menghubungiku.
Apa aku terdengar seperti yeoja murahan? Atau yeoja egois karna masih berharap pada napeun namja
yang sudah membuangku? Hatiku teriris sakit.
Deringan
dari ponselku menyadarkan aku dari kenangan menyakitkan itu. Sebelum menyentuh
layar hijau, aku berdehem membersihkan tenggorokkanku, "Ya, Minho?"
menatap ombak pantai dari tempat dudukku.
"Aku merindukan
suaramu, eonie," katanya lembut. minho adik yang manis dan dia sangat
dekat denganku. Dia menyayangiku, begitupun sebaliknya.
"Aku juga merindukanmu.
Apa ada masalah yang kau timbulkan saat aku, eoma dan appa tidak ada di
rumah?" minho pernah terlibat perkelahian dengan seniornya. Itu hanya
kesalah
pahaman. Seniornya mengira
Minho mengejar kekasihnya. Ternyata, kekasihnya yang mengejar Minho.
"Tidak ada,"
suaranya meyakinkan.
"Anak pintar. Apa fanny noona mengujungimu?" ponsel fanny noona selalu
mati saat aku mau
meneleponnya dan pesan teks ku tidak terkirim. Kemana dia!
"Hari dimana eonie
pergi, malamnya aku melihat fanny noona membawa koper besar. Dia terlihat
terburu-buru."
"Kau tahu dia
per--" Sebelum menyelesaikan pertanyaanku, ponselku mati kehabisan batrai
otomatis sambungan telepon
terputus. Aku lupa meng-charge ponselku. Sial.
“Kau bisa gunakan
ponselku," dia menyodorkan ponselnya ke tanganku. Entah bagaimana bisa
Siwon sudah berada di sampingku, aku tidak melihat kedatangannya. Dan aku tidak
melihat keberadaan Laurent.
"Tidak perlu,"
aku menolak.
"Kau selalu menolak
kecuali ketika aku mnciummu," dia menyeringai. Aku menjabak rambutnya dengan
kesal. Dia berteriak kesakitan lalu menghempaskan tanganku menjauh dari
rambutnya dengan kasar. Aku tidak melihat tatapan apa yang dia tunjukkan
padaku, dia mengenakan kacamata hitam. Dari dekat dia terlihat sangat tampan
"Bagaimana mungkin
aku bisa menolak bahwa kau mnciumku tiba-tiba. Bahkan TOP oppa tidak pernah
melakukan seperti itu padaku," aku langsung menutup mulutku. Aku belum
bisa
melupakan TOP sepenuhnya.
"Siapa TOP?" dia
bertanya.
"Bukan
urusanmu," aku bangkit berdiri. Berjalan kearah hotel.
"Apa dia yang kau
mimpikan tadi pagi?" dia berjalan disampingku. Aku diam tidak menjawab.
Aku berharap seperti itu.
"Permisi," tiga
yeoja remaja turis menghentikkan jalan kami. Aku mengangkat alis.
"Ya?"
"Apa kau adalah
vokalis dari band The Black?" salah satu dari mereka bertanya.
"Aku?" aku
tertawa dan mengibas tangan. "band The Black saja aku tidak kenal."
"Bukan kau yang kami
maksud tapi namja yang di sampingmu," mereka memberikan tatapan
menjijikkan kepadaku. Oh sial. Aku mempermalukan diriku sendiri. Aku melihat
Siwon membeku.
"Mungkin kalian salah
orang. Aku tidak mengenal band The Black," katanya sambil berjalan
meninggalkan aku yang kebingungan dan tiga yeoja remaja ini dengan tidak
percaya.
"Kita tidak mungkin
salah orang," mereka mendesah kecewa.
"Apa kalian punya
foto vokalis band The Black yang kalian maksud?" aku bertanya penasaran.
Ragu-ragu salah satu dari
mereka menjulurkan ponselnya. Menampilkan gambar namja sedang berpose memegang
mic di atas panggung. Dia terlihat lebih muda.
"Aku penggemar
beratnya. Aku sudah hapal wajahnya meskipun dia mengenakan kacamata sekalipun.
Tapi kenapa dia terlihat sombong dan angkuh?"
"Astaga," ini
jelas Siwon. Dia benar- benar brengsek berperilaku sedingin itu pada fansnya,
"berbahagialah kalian ternyata kalian salah orang. Di dunia ini banyak
wajah yang hampir mirip," setelah mengatakan itu aku berlari mengejar
Siwon.
"Kau berbohong.
Mereka adalah penggemar beratmu. Seharusnya kau bersikap baik pada mereka. Apa
kau tidak melihat wajah mereka tampak kecewa atas perilakumu?" aku
berjalan
disampingnya. Dia
menatapku sekilas."Aku tidak berbohong." Aku berhenti berjalan.
"Ya, kau berbohong.
Kau punya prinsip tentang kebohongan. Tapi kau melanggar prinsip yang kau buat
sendiri. Selain aku mengetahui kau orang pemerah. Ternyata kau juga penjilat.
Penjilat lebih mengerikan di bandingkan kebohongan."
Dia berhenti berjalan,
membalikkan tubuhnya menghadapku. Rahangnya mengeras."Penjilat
katamu?" dia menggeram marah, giginya bergemeletuk.
"kau tidak tahu
apa-apa. Kau bahkan tidak mengenalku dengan baik. Kau hanya
tahu aku adalah bossmu.
Sebaiknya kau tutup mulut besarmu."
Aku bertolak pinggang,
"Apa kau di keluarkan dari Band mu? Kenapa? Apa karna kau pemarah?
Pembohong? Atau penjilat?" aku tertawa meledek. Puas melihatnya terpojok.
"Tutup mulutmu!"
suaranya meninggi dan terengah-engah. Dia menahan emosi. Aku tidak tahu apa
para pengujung pantai ini melihat ke arah kami atau tidak. Aku hanya
terfokus pada kacamatanya. Suatu keberuntungan bagiku karna dia mengenakan
kacamata. Aku jadi tidak merasa terintimidasi oleh mata coklatnya yang tajam
itu. Aku tidak mendengarnya.
"Aku melihat fotomu sedang berada di atas
panggung di ponsel salah satu penggemarmu tadi. Laurent juga pernah mengatakan
kau seorang penyanyi. Laurent memuji suaramu. Kau punya penggemar. Tapi kau
bertingkah seperti ini. Seolah-seolah kau bajingan brengsek," ya Tuhan.
Siwon benar. Aku punya mulut besar. Dari
mana datangnya keberanianku mengatakan kata-kata kasar ini? Dia menghampiriku.
Aku menegang. Namun aku menutupinya dengan wajah menantangku.
"Mereka mengatakan
aku adalah vokalis band sialan itu. Aku hanyalah mantan vokalis band sialan
itu," dia menekan suaranya pada kata, mantan, "jika mereka
penggemarku, seharusnya mereka tahu itu!" urat-urat di lehernya terlihat
ketika dia berbisik.
Mungkin menahan agar dia
tidak berteriak. Aku menelan ludah susah. "Seharusnya tadi kau melaratnya."
"Persetan dengan
itu!" dia berjalan melawan arah ke hotel.
"Kau mau kemana?”
....
TBC please RCL guys ................... dadahhhh kisseu :*
0 comments