FF My Possesive CEO part 7 siwon agnes re-make wattpad kaka silver_
My possesive CEO Part 1
My possesive CEO part 2
My Possesive CEO Part 3
My Possesive CEO Part 4
My Possesive CEO Part 5
My Possesive CEO Part 6
PART 7
Happy Reading pals sweetie...........................
TBC......................... RCL pls ^^
My possesive CEO part 2
My Possesive CEO Part 3
My Possesive CEO Part 4
My Possesive CEO Part 5
My Possesive CEO Part 6
PART 7
Happy Reading pals sweetie...........................
Aku duduk
termenung di atas ranjang ku. Rasa kantuk mulai menyerang ku. Setelah makan
malam bersama Siwon dan Laurent di restoran cina, jam sembilan malam Siwon
mengantarku ke kamarku. Dia menyuruhku agar tidur di ranjangnya. dia khawatir padaku, katanya. Tapi aku menolaknya -butuh perjuangan
menolaknya. Dia sangat keras kepala-dan aku butuh sendirian untuk menenangkan
diriku yang terguncang.
Sekarang aku
menyesal menolaknya. Aku tidak butuh sendirian tapi aku butuh di pelukkannya
untuk menenangkan ku. Aku bukan munafik tapi aku punya harga diri.Dan harga
diriku yang tinggi membawaku ke tempat yang hampa, menyesal. Aku melihat jam di
layar Samsungku di atas pangkuanku, jam dua pagi. Dia pasti sudah tidur nyenyak
mungkin dia juga sudah mendengkur atau sudah mimpi indah.
Aku tidak bisa
tidur. Setiap kali aku mencoba memejamkan mataku, percakapan antara aku dan
Tiffany di Cafe kemarin siang berputar-putar di dalam memoriku. Di sisi lain
ku, aku menyalahkan diriku sendiri. Tapi di sisi ku yang lainnya, masih tetap
menyalahkan TOP dan Tiffany. Mereka berdua sembilan puluh persen salah. Sisanya
aku yang salah. Kenapa situasi ini selalu membawaku kedalam kebingungan? Aku
bisa gila begini terus. TOP tetap salah, dia tidak memberitahumu secara
langsung. Dia seperti banci.
Tapi Tiffany sudah
mengatakan alasannya. Setelah membuatmu seperti mayat hidup? Dan kau percaya
pada perkataan Tiffany? Dia sahabatku. Sahabat yang merusak hubunganmu.
Membuatmu menderita. Kau masih menganggapnya sahabat? Kau bodoh! Aku sudah lama
mengenalnya. TOP dan Tiffany tak lebih dari seorang pengecut. Egois. Dan jahat.
Ber---
Sebelum aku
menjadi orang yang tidak waras secara permanen, Samsungku bergetar di atas
pangkuanku. Terkejut ketika nama Boss Siwon terpampang di layar. Tidak butuh
banyak berpikir aku mengangkatnya.
"Hai,"
kataku pelan, menahan suaraku agar tidak berteriak kesenangan.
"Hai,"
suaranya terdengar terkejut.
"kenapa kau belum
tidur?"
"Kau juga
belum tidur." Dia mendengus. "Aku memikirkanmu. Kau tahu?"
Tiba-tiba saja aku
merasakan kupu- kupu berterbangan dengan liar di dalam perutku.
"Terimakasih
sudah mengkhawatirkan ku, Won-ah."
"Kau tidak
bisa mengontrol emosimu kemarin siang. Tidak seperti dua hari yang lalu,"
kemarin dia tidak memintaku agar menceritakan kenapa aku menangis dan
pembicaraan antara aku dan Tiffany. Dia tidak ikut campur pada privasi ku. Dia
benar, aku kehilangan kontrol. Menangis di tempat umum dan di pelukkan Boss,
itu pertama kalinya di hidupku dan aku harus menahan rasa malu karna banyak
orang yang berlalu-lalang yang menatap kami dengan berbagai macam ekspresi. Aku
tidak menangisi TOP mencintai Tiffany atau TOP dan Tiffany akan menikah besok.
Tapi diriku sendiri. Aku baru menyadari bahwa rasa cinta untuk TOP sudah
hilang. Kenapa? Apa karna Siwon sudah mengisi hatiku? Tapi ini terlalu cepat
bagiku. Aku tidak mau menangisi putus cinta untuk ke dua kalinya dalam waktu
dekat.
"Kau
memikirkan sesuatu?" iya, kau. Aku mengangguk. Namun aku langsung
menyadari kebodohanku. Siwon tidak bisa melihatku mengangguk.
"Iya."
"Apa
itu?" suaranya memaksa. Aku memutar mataku.
"Jam tujuh
malam adalah pernikahan Tiffany dan TOP. Aku sudah berjanji akan datang. Tapi
kau sudah janji hari ini kita pulang," aku memainkan ujung rambutku
menunggu jawabannya.
"Pernerbangan
hari ini penuh. Aku dapat tiket pernerbangan awal besok, jam satu pagi. Kau,
Laurent dan aku akan pergi bersama ke pernikahan mereka malam ini."
"Kau di
undang?" aku terkejut.
"Orang
terkenal sepertiku, pasti di undang," dia berkata dengan bangga. Aku
mencibirnya sombong. Dia terkekeh geli. Aku menguap lebar. Sepertinya dia
mendengar aku menguap.
"Tidurlah.
Ini sudah jam tiga pagi. Matikan teleponnya." Aku tidak mematikan
teleponku.
"Agnes,
matikan," katanya lembut. Aku menggigit bibirku sebelum berbicara.
"Siwon?"
kataku ragu-ragu.
"Ya? Apa? Kau
menginginkan aku di sana?" aku bisa mendengar dia tertawa di ujung
telepon.
"Maukah kau
bernyanyi satu atau dua bait sebagai pengantar ku tidur?" aku jadi gelisah
ketika dia terdiam hampir satu menit. Apa permintaanku membuatnya tersinggung?
Dia
berdehem."Lagu apa?" Aku tidak bisa menyembunyikan suara senang ku,
"Lagu
ciptaanmu?" seharusnya sebuah pernyataan bukan pertanyaan.
"Lagu
ciptaanku tentang s*x semua. Kau yakin ingin mendengarnya sebelum tidur?"
Aku mendadak membeku. Tidak mau. Aku nanti akan memimpikannya yang tidak-tidak.
"Terserah
kau. Asalkan bukan lagu s*x mu," aku lemas. Dia tertawa.
"Kau
membuatku tersinggung, nona," suaranya di buat-buat lirih.
"Terserah.
Cepat bernyanyi," kataku menuntut. Membenarkan posisi tidurku di ranjang,
menarik selimut hingga batas leher. Selanjutnya yang ku dengar dia mulai
bernyanyi, suaranya benar-benar bagus dan berkarakter. Hatiku seperti di
selimuti bunga-bunga yang indah dan harum. Aku tidak tahu lagu siapa yang dia
bawakan, dia menuruti ku, tidak membawakan lagu ciptaannya. Setelah itu,
aku jatuh tertidur saat dia masih bernyanyi dan terlelap dengan jantung
berdebar. Suatu saat nanti. Aku ingin melihatnya bernyanyi secara langsung
sambil memainkan piano. Aku rasa, aku akan memimpikannya.
***
Aku terlonjak
bangun dari tidur ku saat pintu kamar hotelku di ketuk. Bukan. Seperti sebuah
dobrakkan. Bangkit dari ranjang, merenggangkan otot, mengusap wajahku, kemudian
membukakan pintu.
"Siapa?"
tanyaku bingung. Meneliti penampilan pria berseragam dan memegang kotak lumayan
besar di depan dadanya. Wajahnya tampak kesal. Mungkin dia sudah lama mengetuk
pintu kamarku.
"Jasa
pengiriman barang, ma'am. Ada kiriman dari Miss. Tiffany. Tolong tanda tangan
di sini," aku menerima uluran kotak itu setelah tanda tangan di tempat
yang dia tunjukkan.
"terimakasih,"
katanya sambil tersenyum masam dan pergi. Hey!! Bahkan aku belum membalasnya.
Aku mengangkat bahu tidak peduli. Aku lebih peduli isi kotak ini. Aku menaruh
kotak itu di tempat tidur dan membuka tutupnya. Aku mengambil kertas putih di
dalamnya. “Kau kenal gaun ini 'kan? Ku mohon, kenakan gaun ini ketika kau
menghadiri pesta pernikahan ku, Agnes. Aku mengharapkan kau datang. Aku
menunggumu. Jangan lupa!” Aku mengeluarkan gaun yang di kirim Tiffany dari
kotak. Astaga! Aku mebelalak lebar. Tiga minggu yang lalu aku dan Tiffany ingin
memesan gaun ini di shopping online untuk kami berdua -kami sering membeli
barang pasangan, namun kami harus mendesah kecewa karna sudah sold out.
Sebuah gaun
berbahan catton hitam polos berlengan pendek, V-neck di bagian belakangnya,
panjang sebatas setengah paha. simple dan elegant. Tiffany pintar mengambil hati
seseorang. Ketika SMA Tiffany terlibat perkelahian dengan senior, dia hampir di
Skor lima hari oleh guru PKS namun tidak jadi karna Tiffany menjanjikan akan
membelikan tas merk Prada. Dan guru PKS mencabut surat skor-nya. Lebih baik
kehilangan uang satu setengah juta di bandingkan kartu ATM dan kartu Kredit di
sita, kata Tiffany ketika aku menanyakan kenapa dia menyogok dengan barang
mahal. Samsungku bergetar di atas meja samping ranjang. Aku membuka pesan dari
Siwon.
"Sudah
bangun, darling?" Tidak butuh waktu lama untuk membalas pesannya.
"Baru saja
bangun. Bagaimana denganmu?"
"Wow, kau
tidur sepuluh jam! Sehari manusia membutuhkan minimal enam atau tujuh jam untuk
tidur. Tapi aku hanya tidur lima jam." Aku tahu alasannya. Dia harus
mengurus Laurent. Membelikan makanan, memberi susu dan memandikan Laurent. Appa
yang baik dan peduli. Sekaligus berperan sebagai sosok Eoma. Aku ingin bertanya
di mana eomma Laurent, namun aku terlalu takut untuk menanyai tentang hal itu.
Bagaimana jika dia marah lebih menyeramkan ketika di pantai waktu lalu?
"Aku merasa
bersalah. Kau mengkhawatirkan ku sehingga membuat mu tidak bisa tidur nyenyak.
Maaf." Aku menekan tombol kirim.
"Berikan aku
satu ciumn saat aku menjemput mu jam setengah tujuh. Maka aku akan
memaafkanmu." Aku menggelinjak senang di ranjang. Tersenyum seperti orang
idiot.
"Kau selalu
mengambil kesempatan!!!" di balik tanda seru ku, sebenarnya aku sangat
senang. Pipiku panas membayangkan aku menciumnya.
"Aku juga
menunggu itu, darling :* ." Aku tertawa dia menggunakan emot tanda cium.
Ini pertama kalinya. Biasanya kami kirim pesan perihal perkerjaan. Formal,
datar dan tanpa menggunakan tanda emot.
":* :* :* :*
:* . Aku akan siap-siap. Kau juga harus!"
"Bagaimana
bisa aku mengeras hanya karna melihat pesanmu. Sial! Jangan lupa makan! Sampai
jumpa, darling :* :* :* :* :* :* :* :* :* :* :* :* :* :* :*." Aku tertawa
lagi. Dia terlalu banyak menggunakan emot cium dan dia mengeras? Apa dia sedang
menggodaku? Kenapa Siwon terlihat manis hanya karna dia menggunakan emot cium
terlalu banyak?
***
Aku tersenyum
menatap penampilanku di cermin kamar mandi yang besar. Gaun hitam elegant. Aku
bersyukur akan hal ini karna aku membawa sepatu hak tinggi berwarna hitam.
Berpanduan yang cocok. Serba hitam di padukan dengan bibirku di poles lipstik
merah gelap. Rambut lurus kecoklatan ku di gerai. Selanjutnya wajahku
bermake-up natural tidak terlalu berlebihan. Apa yang akan Siwon lakukan jika
melihat penampilanku?
Tentu saja dia
akan marah! Dua kali aku di marahinya karna mengenakan mini dress. Dua kali
juga aku mengganti pakaianku lebih panjang. Dan malam ini, biarkan aku
menentangnya. Jantungku berdebar-debar seperti hampir lepas dari tempatnya
ketika bel berbunyi. Aku mengambil nafas lalu di keluarkan secara
berulang-ulang. Agnes, tenang. Bernafas! Jika dia marah dan tidak mendengar
alasanmu. Kau hanya perlu meninggalkannya. Tanganku menepuk-nepuk pipiku pelan,
keluar dari kamar mandi, mengambil Samsungku di atas ranjang, kemudian membuka
pintu.
"Hai,"
aku tersenyum lebar. Dia tampan dan mempesona. Aku hampir jatuh ke lantai
melihatnya setampan malaikat cinta -entah mengapa aku menggambar ketampananya
mirip malaikat cinta. Padahal aku tidak pernah melihat malaikat cinta- dan dia
sangat wangi khas parfumnya.
Setelan tuxedo
abu-abu membungkus kemeja putihnya dan dasi kupu-kupu tergantung di lehernya.
Mata intensnya
berubah menajam melihatku. Bibirnya berbentuk garis tipis.
"Apa yang kau
pakai?" katanya dingin. Wajahnya kaku. Aku melangkah beberapa langkah agar
menutup pintu kamarku. Tidak ada Laurent! Dia sering menghilang.
"Dimana
Laurent?" aku berusaha mencairkan suasana.
"Apa yang kau
pakai?" dia mengulang pertanyaannya. Dingin dan kaku. Aku memutar mata ku.
Aku menghela nafas.
"Ini hanya
gaun. Gaun yang di kirim Tiffany untuk ku tadi siang. Aku jatuh cinta pada gaun
ini. Ku mohon, jangan mengatur ku." Matanya melotot. Dia tambah menegang.
"Aku hanya
khawatir pada mu. Banyak di luar sana laki-laki mata keranjang yang akan
berfantasi liar melihat mu seperti ini. Apalagi di acara pernikahan seorang
pengusaha. Akan banyak laki-laki brengsk di sana!" dia berusaha
mengontrol suaranya agar tetap tenang. Aku memeluk lengan sebelahnya, menepuk
dadanya dan tersenyum.
"Kan ada diri
mu." Matanya melembut. Dia tidak tegang lagi. Aku menjauh ketika dia ingin
mnciumku.
"Kau sudah
janji ingin menciumku."
"Dan akan
menghabiskan setengah jam lagi untuk membenarkan make-up? Tidak.
Terimakasih," aku menyeretnya berjalan.
"kenapa kau
tidak masuk tadi? Waktu itu kau bisa masuk." Kami masuk ke dalam lift.
"Aku tidak
membawa kuncinya," dia mengaitkan jari-jari kami.
"Kunci?"
"Ketika kau
lupa password mu atau mungkin kau terjadi sesuatu di dalam. Pihak hotel
menyiapkan kunci cadangan untuk membantu mu." Pipiku panas seperti bara
api menyala saat bibirnya mencium bahu ku. Aku bisa mencium wangi shampoonya
ketika kepalanya menunduk.
Pintu lift
berdenting dan terbuka. Kami keluar dari lift masih tetap jarinya membungkus
jariku. Perasaan senang menghampiri benak ku, lagi. Moment intens pertama yang
dia berikan padaku di depan publik. Dia melihat wajahku. Tersenyum.
"Kau sangat
cantik."
"Kau juga
sangat tampan."
***
Acara pemberkatan,
tukar cincin, foto-foto keluarga dan lempar bunga sudah lewat. Para undangan
hanya perlu bersalaman dengan penganti baru dan menikmati makan yang di
sediakan. Tidak heran jika pernikahan TOP dan Tiffany di publikasikan di media.
Karna appa TOP adalah salah satu orang berpengaruh di New york. Gedung ini
lumayan besar, setengah tempat gedung ini di jadikan lantai dansa. Tapi hanya
ada puluhan orang yang hadir. Mungkin hanya orang yang penting dan keluarga
terdekatnya. Tiffany sangat cantik di balut gaun putih panjang hingga menyentuh
lantai, mengenakan sarung tangan dan rambut pirangnya di ikat konde. TOP tidak
berubah. Dia tetap tampan mengenakan setelan tuxedo putihnya. Mereka terus
memberikan senyuman lebar. Mereka terlihat sangat
bahagia saling memiliki.
Pendeta menyuruh
TOP mncium Tiffany. Aku tertawa. Aku tidak merasa cemburu
seperti halnya saat TOP berdekatan dengan wanita lain. Apa perasaan cintaku
untuk TOP sudah hilang?
Aku menjauh dari
Siwon. Aku marah padanya. Saat bagian foto-foto bersama keluarga, Siwon dan
Laurent berfoto bersama Tiffany dan TOP. Apa- apaan itu? Keluarga? TOP dan
Siwon? Aku butuh penjelasannya. Aku mengambil minuman berwarna biru tanpa
alkohol dari meja di depan ku.
Mata ku terus
menatap Siwon. Dia berbicara dan tertawa entah dengan siapa. Laurent bersama
dengan pasangan paruh baya, suami-istri. Mungkin mereka orang tua Siwon. Aku
meneguk minuman ku lagi. Hell! Dia pergi bersama ku. Kini dia melupakan ku. Aku
mau pulang saja.
"Hai?"
aku mengangkat alis sebelah pada pria tinggi di depan ku. Memegang gelas di
tangan kirinya. Dia punya lengsung pipi jika tersenyum. Dia manis.
"Hai. Apa
kita kenal?" dia tertawa mendengar pertanyaanku. Mataku menyipit. Dia
berhenti tertawa.
"Maaf. Aku
Daniel," dia menjulurkan tangan kanannya. Dia sopan. Matanya tidak menatap
dada atau paha ku. Tapi wajahku. Aku menimbang-nimbang. "Agnes," aku
menjabat tangannya. Memberikan senyum pertemanan.
"Nama yang
cantik seperti yang punya," dia mengedipkan sebelah matanya. Dia meneguk
habis minumannya lalu meletakkan gelas kosong di tangannya ke meja di depan
kami.
"aku melihat
mu sendirian dan cemberut. Aku merasa, aku adalah pria buruk jika tidak
menghapiri wanita secantik diri mu seperti orang tersesat." Aku salah
tingkah pada kata-kata gombalnya dan tadi dia menangkap basah muka cemberut ku.
"Terimakasih,
Daniel," kataku malu- malu.
"Ingin
berdansa dengan ku, cantik?"
"Dia milik
ku, bung," Siwon mencium pipi ku. Aku terkejut. Daniel juga terkejut.
Daniel melihat aku dan Siwon bergantian. "apa?" kata Siwon
menggertak. Aku tertawa dalam hati melihat Daniel langsung pergi tanpa
berbicara namun wajahnya tampak kesal dan marah. Aku menjauh dari Siwon.
Memasang muka kesal.
"Kau
kenapa?" katanya, geli.
"Pulang,"
aku menjawab kesal.
"Kau belum
mengucapkan selamat pada T."
"Setelahnya."
"Kau ini
kenapa?"
"Aku marah
padamu," aku melipat tanganku di bawah dadaku. "kau saudara TOP?
Tapi kenapa? Eh. Maksud ku kenapa kau tidak menceritakan pada ku?" aku
memicingkan mata ku. Aku menceritakan padanya Tiffany dan TOP kenapa aku
menangis malam itu. Karna TOP. Tapi dia seolah-olah tidak mengenal TOP.
Bersikap santai dan tidak bertanya tentang TOP. Sialan! Dia pintar berakting ku
bilang!
"Kau tidak
bertanya," jawaban konyol. Dia terkekeh aku mencibirnya. Dia meraih
pergelangan tanganku, sebelumnya mengambil Samsung dari tangan ku dan di
masukkan ke kantung dalam tuxedonya.
"Berdansalah
denganku. Maka aku akan menceritakannya." Dia mengajak ku ke lantai dansa
yang sudah penuh dengan pasangan muda- tua. Di ujung sana Tiffany dan TOP
sedang berdansa. Tiffany melambaikan tangannya ke arahku. Aku membalasnya.
Siwon meletakkan tangannya di pinggangku. Tanganku memeluk lehernya. Aku tidak
perlu berjinjit. Bersyukur pada sepatu hak tinggi tujuh centi ku. Wajah kami
sejajar dan sangat dekat. Kami mulai mengikuti irama lagu. Satu bakatnya yang
lain baru aku tahu, dia pintar berdansa.
"Eoma TOP
adalah adik Appaku," dia memulai. Aku menatap matanya menggelap karna
melihat bibir ku. Sangat terkejut. Dua tahun berpacaran dengan TOP, dan dua
tahun berkerja dengannya. Baru sekarang aku tahu mereka sepupu? Oh astaga!
Aku mengangkat
alis ku. "Lalu?"
"Ya, kami
adalah sepupu. Apalagi?" hanya ini? Aku memutar mata ku. Dia menghapus
jarak di antara milikku dan miliknya. Aku menggigit bibirku, dia menggoyangkan
pinggulnya.
"Kau memakai
sesuatu di balik gaun mu?" aku berusaha menahan sesuatu, saat tangannya
mengelus punggung ku. Aku memukul bahunya.
"Jangan
lakukan ini," kataku serak. Dia menyeringai jahat. Lagu berganti. Iramanya
lebih melow di bandingkan lagu tadi.
"Karna dulu
kau punya sepupu ku. Aku menahan diri ku agar tidak mendekatimu dan menggodamu.
Namun saat sepupu ku itu tolol, idiot dan ceroboh meninggalkan mu. Aku mulai
berani mendekati mu akhir-akhir ini. Aku hanya bisa menatap mu dan menikmati
diri mu dari jauh. Kau setiap hari menyiksa ku, membuat ku mengeras hanya karna
ketika kau menggigit bibir mu, jari mu, dan pulpen mu," dia menciumku
sekilas. Aku hampir jatuh pingsan. Ya, Tuhan setiap kalimatnya membuat tubuh ku panas,
"aku btuh di
dalam mu, sekarang," dia berbisik. Agar hanya aku yang dapat mendengarnya.
Jantung ku berdebar kencang. Mendadak sulit bernafas. Aku memandang sekeliling,
tidak ada yamg
memandang kami
dengan ekspresi konyol atau heran. Mereka tampak menikmati dansa, lagu dan
pasangan mereka.
"Kau bawa pengaman?" aku ikut berbisik. Dahinya mengkerut
"Kenapa?
Kemarin kau membiarkan aku keluar di dalam mu?"
"Hhmm.
Kemarin bukan masa suburku." Sebuah tangan memegang bahu Siwon. Aku dan
Siwon bersama mendongak. TOP tersenyum dan Ana di sampingnya.
"Tukar pasangan?"
kata TOP. Aku menatap Siwon kesal karna dia menyetujui saran TOP. Siwon dan
Tiffany sudah berdansa di depan ku. Aku merasakan atmofsir canggung di sekitar
kami.
"Bagaimana
kabar mu?" dia memulai pembicaraan. Dia sedikit ragu.
"Seperti yang
kau lihat," aku menjawab datar. Walaupun aku menyalahkan diri ku. Tapi aku
masih belum bisa memaafkannya.
"Aku tahu kau
membenci ku,” matanya muram,
“Aku minta maaf
sudah membuat mu menderita seminggu lebih. Tiffany sudah menceritakannya
kepadaku kejadian kemarin di Cafe. Kau tidak merasa ini aneh?" aku
mengangkat alis ku. Bingung.
Jantungku tidak
berdebar berdekatan dengan TOP. Tidak menangis melihat dia menikah dengan
sahabat ku. Apa ini yang di maksud aneh? Dia tersenyum lebar menikmati
kebingungan ku.
"Sebenarnya
pernikahan kami di adakan di New York. Namun, karna Tiffany tahu kau melarikan
diri ke Australia. Kami berdua mulai sibuk selama tiga hari, bahkan tidak punya
waktu tidur. Kami memaksa perusahaan pencetak undangan, menyelesaikan tujuh
puluh undangan lagi dalam sehari, tentu saja karna beda tempat. Hanya keluarga
dan kolega yang berada di sini kami undang. Ana ingin kau datang di pernikahan
kami dan menyelesaikan permasalahan antara kita." Tiffany tersenyum lebar
seperti mendengar percakapan ku bersama TOP. Aku menatap langsung mata TOP.
"Jadi ini
sudah di rencanakan?" dia mengangguk. Aku tidak bisa menahan mulut ku.
"sebenarnya
apa yang di lakukan Siwon di sini?" Seminggu sebelum aku mengajukan surat
sakit izin sakit ku, aku mengandekan jadwal Siwon. Tidak ada jadwal Siwon ke
Australia. Mata ku tidak bisa, tidak melirik ke arah Siwon.
"Dia membantu
ku selama tiga hari. Mencarikan gedung dan mencarikan marketing makanan.
Kenapa?" aku menggeleng.
"kau
menyukainya?" dia menyeringai. Aku melotot terkejut. Seringainya berubah
menjadi jahat. Dua tahun berpacaran dengan TOP, dia tahu glagat ku. Seperti
buku dongeng yang terbuka. Wajahku memerah malu
"Ini
rahasia," bisikku. Dia tertawa.
"Aku akan
mengunci mulut ku.”
TBC......................... RCL pls ^^
0 comments