FF My Possesive CEO part 8 cast siwon agnes remake akun wattpad silver_
My possesive CEO Part 1
My possesive CEO part 2
My Possesive CEO Part 3
My Possesive CEO Part 4
My Possesive CEO Part 5
My Possesive CEO Part 6
My possesive CEO part 2
My Possesive CEO Part 3
My Possesive CEO Part 4
My Possesive CEO Part 5
My Possesive CEO Part 6
Part 8
"Kenapa?"
tanyanya. Dia sadar aku melihatnya. Mata kami beradu pandang di dalam mobil
pribadi Siwon dengan cahaya remang dari cahaya lampu jalan, duduk di sampingnya
di jok kulit yang nyaman belakang kemudi, ada supir pribadi Siwon yang
menjemput kami di Bandara. Aku sempat menolak di antarnya karna rumah kami
berlawan arah, tapi dia tetap keras kepala untuk mengantarku. Katanya, aku
adalah tanggung jawabnya. Tanggung jawabnya? Aku pergi sendiri bukan
bersamanya. Kenapa dia bilang seperti itu?
Laurent tidur
nyenyak di atas pangkuannya, sebelah lengannya di jandikan bantal kepala
Laurent, Laurent pasti kelelehan di pesawat berjam-jam. Aku menggeleng.
"Laurent
pasti merasa pegal," tangan ku membelai ujung rambut pirang panjang
Laurent. Tiga hari menjaga Laurent seharian penuh selama di Australia, aku
menyukainya. Dia bukan tipe anak kecil yang cengeng dan banyak menuntut ketika
Siwon tidak ada. Mungkin, Siwon sudah mendidiknya dengan mandiri. Di umur lima
tahun, dia sudah pintar makan sendiri dan pakai baju sendiri. Kecuali,
mandi. Anak umur
lima tahun tidak bersih mandi sendiri. Rambut Laurent sedikit pirang. Rambut
Revan coklat. Apa rambut ibunya pirang?
"Aku
berencana mengajak anak ku untuk SPA besok sore, pulang kerja. Ikutlah!"
dari cara dia berbicara tidak mau di bantah. Aku ingin mengetesnya.
"Kenapa?"
apa dia akan menjawab dengan kata-kata yang mampu membuat ku sulit bernafas?
Aku menatapnya penuh harap.
"Karna aku
ingin kau ikut." Punggung ku mencelos dari jok kulit coklat mobilnya yang
nyaman dan
empuk. Tidak
sesuai harapan ku! Aku memilih diam dan mengamati isi mobil Range Rover
miliknya. Wheelbase-nya lebih lebar di banding Range Rover milik ayah. Bagian
dalam kabin di siapkan super lux, ruangan yang luas dan bergaya ekslusif.
Interior mobil ini bergaya model interior pesawat. Fasilitas yang sangat mewah.
Di tengah jok ada banyak tombol yang di sediakan. Aku
tidak tahu
kegunaan masing-masing tombol. Yang aku tahu mobil ini keluaran tahun 2013
seharga dua koma lima milyar. Dia tidak hanya memiliki satu mobil. Aku pernah
melihatnya membawa New Audi R8 Spyder ke kantor -tanpa supir, keluaran tahun
2014. Dia sangat kaya raya. Masalah fisik dan keuangan tidak perlu di ragukan
lagi. Dia mendekati kata sempurna.
"Kau terlalu
keras menganggumi benda mati," aku bersyukur bahwa mobil ini gelap. Pipi ku
memanas merah seperti kepiting rebus.
"Benda mati
yang mahal," kataku sarkastik.
"apa kau tipe
orang pengoleksi barang mahal?" mobil mahal. Busana bermerk terkenal,
pasti mahal. Jam tangannya dan celana boxernya saja merk Gucci.
"Tidak juga.
Selama barang yang membuat ku nyaman, aku akan membelinya."
"Tidak
penting seberapa mahal?" tanyaku penasaran. Mata kami bertemu. Aku tidak
bisa menilai matanya.
"Kenapa kau
membahas barang-barang mahal ku? Itu tidak penting."
"Iya, kau
benar," aku memandang ke luar jendela. Aku mengutuk dan memukul mulut ku
yang selalu ingin tahu dan akhirnya mempermalukan diriku sendiri.
"Mr. Choi,
sudah sampai," suara supir pribadi Siwon menggema di kesunyian. Aku sudah
merindukan appa, eoma dan Minho.
"Ambilkan
koper Miss. Agnes, Parker."
"Baik, Mr.
Choi." Parker menekan tombol di antara banyak tombol kemudian melenggang
keluar. Aku merogoh tas selempang ku,membuka dompet ku lalu mengeluarkan kartu
Kredit yang dia berikan lima hari yang lalu. Aku menjulurkan kartu Kredit
miliknya.
"Pegang
saja." Aku menggeleng.
"Tidak. Kita
baru dekat beberapa hari. Aku tidak mau kau beranggapan aku dekat dengan mu
hanya karna uang mu," aku mengambil tangannya kemudian meletakkan kartu
Kreditnya di telapak tangannya yang besar dari punya ku, namun hangat. Aku
mencium pipi nya cepat dan keluar dari mobil mewahnya. Dia tersenyum.
"Sampai
jumpai." Dia mengangguk.
"Kau harus
segera tidur agar tetap sehat dan besok tidak telat bekerja." Aku
mengangguk tersenyum.
"Kau
juga," menutup pintu. Mobilnya segera berjalan. Aku melambai sampai
mobilnya terlihat seperti titik hitam kecil di kejauhan. Aku memegang pipi ku.
Kemudian mengarahkan tangan ku tepat di jantung ku yang berdetak tidak normal.
Dia mengkhawatirkan ku. Dia mengkhawatirkan ku!!! Aku berharap dia berlaku
manis seterusnya pada ku.
Jujur, selama di
Australia dekat dengannya. Aku bisa melihat berbagai macam ekspresi mimik
mukanya dan sifatnya. Jika di kantor, dia Boss yang berbicara seperlunya dan
mimiknya kaku. Tersenyum hanya jika bertemu klien.
Lima hari di
Australia yang seharusnya empat hari ku habiskan untuk menenangkan diri ku yang
sedang mengalami patah hati, kecewa dan serasa tidak adil pada takdirku. Semua
berubah tentang perencanaan ku karna dirinya. Patah hati ku terlupakan karna
dia. Dia membawa dampak yang begitu besar bagi ku seperti air bah. Tentang
Tiffany dan TOP, aku masih kesal karna ketidak kejujuran mereka pada ku. Aku
punya alasan kenapa tidak bisa marah besar pada Tiffany dan TOP. Aku dan
Tiffany bersama sudah lama. Tiffany terlalu sering membela dan melindungi ku
dari orang-orang yang menyerangku karna semasa SMA aku adalah seorang gadis
yang lemah dan cupu. Aku selalu di di remehkan dan di anggap benalu di sekolah,
tapi Tiffany tidak seperti mereka. Ketika aku hampir..... Tidak. Tidak. Aku
tidak ingin mengingat kejadian buruk itu lagi. Cukup dua tahun aku nyaris gila
karna kejadian itu. Lalu aku kembali menjadi gadis normal saat bertemu TOP di
perpustakaan tempat kami kuliah. Dia tidak menjauhi ku tentang gosip beredar di
kampus. Dia akan melakukan hal-hal yang gila agar membuat ku tetap tersenyum
dan melupakan kejadian mengerikan itu di dalam memori ku.
Bagaimanapun
Tiffany dan TOP adalah orang yang berperan merubah hidup ku menjadi lebih
normal lagi. Bagaimana jika mereka berdua tidak ada di samping ku? Mungkin aku
sudah pergi jauh dari dunia ini.
***
"Sir, pukul
10.15 AM, Anda mengadakan janji temu bersama Mr. Muljoto membicarakan proposal
di ruangan ini," aku melaporkan jadwal kegiatannya. Aku bertugas menerima
telepon dari
klien yang sudah
memiliki janji dengannya. Menyiapkan rapat atau menyusun acara pertemuan
bisnis. menyusun dan membuat jadwal kegiatannya. Dan dia sering memerintahkan
ku mengerjakan
pekerjaannya jika
dia sedang sibuk. Urusan surat-menyurat di tangani Amel.
Aku duduk di kursi
depan meja kerjanya. Perlengkapan dan tata letak meja kerjanya, aku yang
membereskannya. Dia mengangkat sebelah alisnya seolah-olah aku membacakan
berita kecelakaan lalu lintas.
"Mr.
Muljoto?"
"Ya,
sir," meskipun dia pernah menyuruhku untuk memanggil namanya. Tapi aku
tidak bisa melakukannya di kantor. Itu tidak sopan dan akan bermunculan gosip
dengan cepat di kantor. Dan aku rasa dia mengerti. Dia menaruh sikunya di atas
meja dan mencodongkan badannya ke depan. "Apa yang akan terjadi jika Mr.
Muljoto mengetahui aku meniduri anaknya? Apakah dia akan menendang ku keluar
dari perusahaan? Atau membunuh ku?" katanya, berbisik ngeri. Jantung ku
berhenti berdetak, namun berdetak kembali saat melihatnya menyeringai jahat
seperti predator memburu mangsanya.
"Appa ku
tidak mungkin menendang sang CEO, pemegang saham terbesar di perusahaan
ini," aku ikut mencondongkan badan ke depan. Wajah kami hanya berjarak tak
lebih lima centi. Aku mendekatkan mulut ku ke telingannya. Aku akan ikut ke
dalam permainannya.
"tapi aku
tidak menjamin jika appa ku tidak akan membunuh mu."
Dia mendsah.
"Kalau begitu jangan memberitahunya." Aku menjauhkan badan ku
darinya.
"Jika aku
mengatakan pada appa ku, bukan kau saja yang mati terbunuh tapi aku juga.
Mungkin aku yang pertama di burunya." Dia tertawa terbahak-bahak. Ada
perasaan hangat mengalir di benakku
melihatnya tertawa
lepas seperti sekarang.
"Jadi biarkan
ini adalah rahasia antara kita dan Tuhan," matanya mengerling.
"Tentu
saja." kataku, setuju. Dia melihat jam tangannya. Tersenyum penuh arti
melihat ku. "Kemarilah," dia menepuk pahanya. Aliran hangat
menari-nari di pipi ku saat aku mengetahui maksud perkataannya. Aku menggeleng.
Memberikan tatapan 'apa kau sudah gila' kepadanya.
"Ini di
kantor. Bagaimana jika ada yang melihat?" Dia membuka laci meja kerjanya
kemudian mengunci pintu masuk dengan remot. Lalu di masukkan kembali remot itu
ke tempatnya. Ah, aku melupakan itu.
"Aku tidak
ingin membuang waktu empat puluh menit dengan sia-sia dan hanya menikmati mu
dari jarak duaratus centi. Lagipula ruangan ini kedap suara, kau tidak perlu
takut. Tidak ada yang bisa mendengar aktivitas kita," dia menyeringai
iblis. Mendengar dia berkata "kita" jantung ku berdebar-debar seperti
drum yang sedang di mainkan. Pandangan ku jatuh pada meja kerjanya di depan ku.
Aktivitas? Apa aku dan dia akan melakukannya untuk ketiga kalinya? Sial! Hanya
membayangkan saja milikku berdenyut.
"Kita tidak
akan melakukan apa yang kau pikirkan, Baby. Aku tidak punya persediaan pengaman saat ini," dia terkikik. Aku tersentak kaget karna ucapannya tepat
mengenai pikiran ktorku.
"Sok tahu apa
yang sedang aku pikirkan," kata ku gagap. Aku berdiri, kemudian
menghempaskan tubuh ku ke pangkuannya dengan kasar. Dia terkesiap.
"Kau
menyakiti adik paling berharga ku," dia berbisik parau. Bernafas di rambut
ku. Tanpa ragu-ragu aku melingkarkan lengan ku di lehernya. Bibir ku melengkung
tersenyum saat dia tidak
protes. Tangannya
memeluk pinggangku dengan posesif.
"Maaf. Apa
sore ini jadi ke tempat SPA?" aku membuka topik agar suasana tidak
canggung.
Tangannya
menyingkirkan beberapa helaian rambut panjang coklatku ke balik telingaku.
"Aku sudah
booking tempatnya. Sial. Kulit mu sangat lembut." Aku menengadah agar bibirnya
lebih leluasa menelusurir leher ku.
"Bagaimana
dengan Laurent?"
"Supir akan
mengantar Laurent ke sini kemudian kita akan pergi bersama-sama dengan mobilku.
Kau tahu? Sepanjang pagi ini Laurent terus menanyaimu. Bagaimana bisa kau
menyita pikiran anak ku?"
"Itu karena
pesona ku," kataku, tak yakin.
"Appanya juga
jatuh pada pesonamu." Sebelum aku berpikir keras tentang perkataannya
barusan. Dia mncium ku. Awalnya lembut, namun menjadi menuntut. Kedua tangannya menangkup
wajah ku.
***
"Kalian ingin
pesan apa?" aku bertanya pada Baby dan Siwon. Setelah pulang dari salon,
perut kami minta di isi. Siwon mengajak kami ke KFC samping salon tempat kami
SPA. Siwon mengalihkan tatapannya dari ponselnya.
"Apa yang kau
pesan. Aku akan memakannya," dia kembali sibuk dengan ponselnya.
"Laurent mau
kentang goreng."
"Jangan. Appa
melarang. Laurent harus makan nasi di malam hari." Matanya tetap fokus
pada ponselnya. Laurent mengerucut.
"Baik appa.
Kalau begitu Laurent pesan seperti appa saja, tapi ayamnya tidak pedas."
"Bagaimana
dengan paket jumbo saja?" tanganku menyentuh pahanya yang tertutup celana
bahan, agar dia tahu jika aku bertanya padanya.
"Terserah kau
saja." Aku memutar mata ku.
"Oke. Pesanan
akan segera datang," Aku berjalan ke tempat antrian yang tidak terlalu
rame. Selama mengantri pikiran ku kembali di tempat salon. Siwon mengajak aku
hanya memijat badan di Ohm Spa & Lounge offer. Salon yang sangat mahal. Di
peruntukkan dari orang-orang kelas atas. Kupikir dia tidak terlalu pusing
mengeluarkan uangnya. Aku merasakan sesuatu menyentuh b*kong ku. Belum sempat
membalikkan badan, tubuh ku sudah terhuyung ke depan dan jatuh ke lantai. Ke
dua
telapak tangan ku
berdenyut perih akibat gesekkan dari lantai. Aku langsung bangkit berdiri saat
melihat Siwon memukul seorang pria berbadan besar dan tangannya banyak bulu.
"Apa yang kau
lakukan?" jerit ku. Menghentikan lengannya di udara. Pengunjung dan
pelayan menatap ke arah kami. Hanya Laurent berjingkrang sambil bertepuk tangan
kesenangan karna appanya berhasil menjatuhkan seorang pria berbadan monster.
"B*jingan
brengsek ini memegang b*kong mu," katanya marah.
Matanya berkobar api dan mukanya memerah karna marah. Mukaku merona malu karna
perkataannya.
"Sudah,
Siwon, tahan emosimu. Kau bisa membunuhnya. B*jingan ini sudah mendapatkan
hukumannya. Sebaiknya kita cari tempat makan yang lain saja," aku
membawanya ke tempat meja kami, mengambil tasku dan mengandeng tangan Laurent.
Sebelum keluar, aku meminta maaf kepada pengunjung dan para pelayan.
"Appa tadi
itu sangat keren," aku tertawa melihat Laurent meninju udara. Mata Siwon
sudah melembut tidak segelap tadi karna melihat tingkah anaknya yang lucu. Kami
berhenti didepan mobilnya. Dia menggenggam sebelah tanganku. Meringis kesakitan
ketika dia meremas telapak tanganku yang perih akibat jatuh tadi. Dia melihat
telapak tanganku yang memerah. Rahangnya mengeras.
"Kau terluka
karna aku," katanya, dingin. Aku menggeleng.
"B*jingan
sialan itu," dia menggeram. Dadanya naik-turun.
"Aku tidak
apa-apa," aku meyakinkannya.
"Ta---,"
Aku membungkam bibirnya sebelum dia berhasil menyelesaikan
kata-katanya. Tanganku yang lain menutup mata Laurent.
"Aduh, kenapa
mata Laurent ditutup?" Aku dan Siwon tersenyum disela-sela ciuman kami.
TBC ............ Jangan lupa rcl yaaa...
0 comments