FF My Possesive CEO part 8 cast siwon agnes remake akun wattpad silver_

by - 1:29 AM




Part 8

"Kenapa?" tanyanya. Dia sadar aku melihatnya. Mata kami beradu pandang di dalam mobil pribadi Siwon dengan cahaya remang dari cahaya lampu jalan, duduk di sampingnya di jok kulit yang nyaman belakang kemudi, ada supir pribadi Siwon yang menjemput kami di Bandara. Aku sempat menolak di antarnya karna rumah kami berlawan arah, tapi dia tetap keras kepala untuk mengantarku. Katanya, aku adalah tanggung jawabnya. Tanggung jawabnya? Aku pergi sendiri bukan bersamanya. Kenapa dia bilang seperti itu?

Laurent tidur nyenyak di atas pangkuannya, sebelah lengannya di jandikan bantal kepala Laurent, Laurent pasti kelelehan di pesawat berjam-jam. Aku menggeleng.
"Laurent pasti merasa pegal," tangan ku membelai ujung rambut pirang panjang Laurent. Tiga hari menjaga Laurent seharian penuh selama di Australia, aku menyukainya. Dia bukan tipe anak kecil yang cengeng dan banyak menuntut ketika Siwon tidak ada. Mungkin, Siwon sudah mendidiknya dengan mandiri. Di umur lima tahun, dia sudah pintar makan sendiri dan pakai baju sendiri. Kecuali,
mandi. Anak umur lima tahun tidak bersih mandi sendiri. Rambut Laurent sedikit pirang. Rambut Revan coklat. Apa rambut ibunya pirang?
"Aku berencana mengajak anak ku untuk SPA besok sore, pulang kerja. Ikutlah!" dari cara dia berbicara tidak mau di bantah. Aku ingin mengetesnya.
"Kenapa?" apa dia akan menjawab dengan kata-kata yang mampu membuat ku sulit bernafas? Aku menatapnya penuh harap.
"Karna aku ingin kau ikut." Punggung ku mencelos dari jok kulit coklat mobilnya yang nyaman dan
empuk. Tidak sesuai harapan ku! Aku memilih diam dan mengamati isi mobil Range Rover miliknya. Wheelbase-nya lebih lebar di banding Range Rover milik ayah. Bagian dalam kabin di siapkan super lux, ruangan yang luas dan bergaya ekslusif. Interior mobil ini bergaya model interior pesawat. Fasilitas yang sangat mewah. Di tengah jok ada banyak tombol yang di sediakan. Aku
tidak tahu kegunaan masing-masing tombol. Yang aku tahu mobil ini keluaran tahun 2013 seharga dua koma lima milyar. Dia tidak hanya memiliki satu mobil. Aku pernah melihatnya membawa New Audi R8 Spyder ke kantor -tanpa supir, keluaran tahun 2014. Dia sangat kaya raya. Masalah fisik dan keuangan tidak perlu di ragukan lagi. Dia mendekati kata sempurna.
"Kau terlalu keras menganggumi benda mati," aku bersyukur bahwa mobil ini gelap. Pipi ku memanas merah seperti kepiting rebus.
"Benda mati yang mahal," kataku sarkastik.
"apa kau tipe orang pengoleksi barang mahal?" mobil mahal. Busana bermerk terkenal, pasti mahal. Jam tangannya dan celana boxernya saja merk Gucci.
"Tidak juga. Selama barang yang membuat ku nyaman, aku akan membelinya."
"Tidak penting seberapa mahal?" tanyaku penasaran. Mata kami bertemu. Aku tidak bisa menilai matanya.
"Kenapa kau membahas barang-barang mahal ku? Itu tidak penting."
"Iya, kau benar," aku memandang ke luar jendela. Aku mengutuk dan memukul mulut ku yang selalu ingin tahu dan akhirnya mempermalukan diriku sendiri.
"Mr. Choi, sudah sampai," suara supir pribadi Siwon menggema di kesunyian. Aku sudah merindukan appa, eoma dan Minho.
"Ambilkan koper Miss. Agnes, Parker."
"Baik, Mr. Choi." Parker menekan tombol di antara banyak tombol kemudian melenggang keluar. Aku merogoh tas selempang ku,membuka dompet ku lalu mengeluarkan kartu Kredit yang dia berikan lima hari yang lalu. Aku menjulurkan kartu Kredit miliknya.
"Pegang saja." Aku menggeleng.
"Tidak. Kita baru dekat beberapa hari. Aku tidak mau kau beranggapan aku dekat dengan mu hanya karna uang mu," aku mengambil tangannya kemudian meletakkan kartu Kreditnya di telapak tangannya yang besar dari punya ku, namun hangat. Aku mencium pipi nya cepat dan keluar dari mobil mewahnya. Dia tersenyum.
"Sampai jumpai." Dia mengangguk.
"Kau harus segera tidur agar tetap sehat dan besok tidak telat bekerja." Aku mengangguk tersenyum.
"Kau juga," menutup pintu. Mobilnya segera berjalan. Aku melambai sampai mobilnya terlihat seperti titik hitam kecil di kejauhan. Aku memegang pipi ku. Kemudian mengarahkan tangan ku tepat di jantung ku yang berdetak tidak normal. Dia mengkhawatirkan ku. Dia mengkhawatirkan ku!!! Aku berharap dia berlaku manis seterusnya pada ku.
Jujur, selama di Australia dekat dengannya. Aku bisa melihat berbagai macam ekspresi mimik mukanya dan sifatnya. Jika di kantor, dia Boss yang berbicara seperlunya dan mimiknya kaku. Tersenyum hanya jika bertemu klien.
Lima hari di Australia yang seharusnya empat hari ku habiskan untuk menenangkan diri ku yang sedang mengalami patah hati, kecewa dan serasa tidak adil pada takdirku. Semua berubah tentang perencanaan ku karna dirinya. Patah hati ku terlupakan karna dia. Dia membawa dampak yang begitu besar bagi ku seperti air bah. Tentang Tiffany dan TOP, aku masih kesal karna ketidak kejujuran mereka pada ku. Aku punya alasan kenapa tidak bisa marah besar pada Tiffany dan TOP. Aku dan Tiffany bersama sudah lama. Tiffany terlalu sering membela dan melindungi ku dari orang-orang yang menyerangku karna semasa SMA aku adalah seorang gadis yang lemah dan cupu. Aku selalu di di remehkan dan di anggap benalu di sekolah, tapi Tiffany tidak seperti mereka. Ketika aku hampir..... Tidak. Tidak. Aku tidak ingin mengingat kejadian buruk itu lagi. Cukup dua tahun aku nyaris gila karna kejadian itu. Lalu aku kembali menjadi gadis normal saat bertemu TOP di perpustakaan tempat kami kuliah. Dia tidak menjauhi ku tentang gosip beredar di kampus. Dia akan melakukan hal-hal yang gila agar membuat ku tetap tersenyum dan melupakan kejadian mengerikan itu di dalam memori ku.
Bagaimanapun Tiffany dan TOP adalah orang yang berperan merubah hidup ku menjadi lebih normal lagi. Bagaimana jika mereka berdua tidak ada di samping ku? Mungkin aku sudah pergi jauh dari dunia ini.


***
"Sir, pukul 10.15 AM, Anda mengadakan janji temu bersama Mr. Muljoto membicarakan proposal di ruangan ini," aku melaporkan jadwal kegiatannya. Aku bertugas menerima telepon dari
klien yang sudah memiliki janji dengannya. Menyiapkan rapat atau menyusun acara pertemuan bisnis. menyusun dan membuat jadwal kegiatannya. Dan dia sering memerintahkan ku mengerjakan
pekerjaannya jika dia sedang sibuk. Urusan surat-menyurat di tangani Amel.
Aku duduk di kursi depan meja kerjanya. Perlengkapan dan tata letak meja kerjanya, aku yang membereskannya. Dia mengangkat sebelah alisnya seolah-olah aku membacakan berita kecelakaan lalu lintas.
"Mr. Muljoto?"
"Ya, sir," meskipun dia pernah menyuruhku untuk memanggil namanya. Tapi aku tidak bisa melakukannya di kantor. Itu tidak sopan dan akan bermunculan gosip dengan cepat di kantor. Dan aku rasa dia mengerti. Dia menaruh sikunya di atas meja dan mencodongkan badannya ke depan. "Apa yang akan terjadi jika Mr. Muljoto mengetahui aku meniduri anaknya? Apakah dia akan menendang ku keluar dari perusahaan? Atau membunuh ku?" katanya, berbisik ngeri. Jantung ku berhenti berdetak, namun berdetak kembali saat melihatnya menyeringai jahat seperti predator memburu mangsanya.
"Appa ku tidak mungkin menendang sang CEO, pemegang saham terbesar di perusahaan ini," aku ikut mencondongkan badan ke depan. Wajah kami hanya berjarak tak lebih lima centi. Aku mendekatkan mulut ku ke telingannya. Aku akan ikut ke dalam permainannya.
"tapi aku tidak menjamin jika appa ku tidak akan membunuh mu."

Dia mendsah. "Kalau begitu jangan memberitahunya." Aku menjauhkan badan ku darinya.
"Jika aku mengatakan pada appa ku, bukan kau saja yang mati terbunuh tapi aku juga. Mungkin aku yang pertama di burunya." Dia tertawa terbahak-bahak. Ada perasaan hangat mengalir di benakku
melihatnya tertawa lepas seperti sekarang.
"Jadi biarkan ini adalah rahasia antara kita dan Tuhan," matanya mengerling.
"Tentu saja." kataku, setuju. Dia melihat jam tangannya. Tersenyum penuh arti melihat ku. "Kemarilah," dia menepuk pahanya. Aliran hangat menari-nari di pipi ku saat aku mengetahui maksud perkataannya. Aku menggeleng. Memberikan tatapan 'apa kau sudah gila' kepadanya.
"Ini di kantor. Bagaimana jika ada yang melihat?" Dia membuka laci meja kerjanya kemudian mengunci pintu masuk dengan remot. Lalu di masukkan kembali remot itu ke tempatnya. Ah, aku melupakan itu.
"Aku tidak ingin membuang waktu empat puluh menit dengan sia-sia dan hanya menikmati mu dari jarak duaratus centi. Lagipula ruangan ini kedap suara, kau tidak perlu takut. Tidak ada yang bisa mendengar aktivitas kita," dia menyeringai iblis. Mendengar dia berkata "kita" jantung ku berdebar-debar seperti drum yang sedang di mainkan. Pandangan ku jatuh pada meja kerjanya di depan ku. Aktivitas? Apa aku dan dia akan melakukannya untuk ketiga kalinya? Sial! Hanya membayangkan saja milikku berdenyut.
"Kita tidak akan melakukan apa yang kau pikirkan, Baby. Aku tidak punya persediaan pengaman saat ini," dia terkikik. Aku tersentak kaget karna ucapannya tepat mengenai pikiran ktorku.
"Sok tahu apa yang sedang aku pikirkan," kata ku gagap. Aku berdiri, kemudian menghempaskan tubuh ku ke pangkuannya dengan kasar. Dia terkesiap.
"Kau menyakiti adik paling berharga ku," dia berbisik parau. Bernafas di rambut ku. Tanpa ragu-ragu aku melingkarkan lengan ku di lehernya. Bibir ku melengkung tersenyum saat dia tidak
protes. Tangannya memeluk pinggangku dengan posesif.
"Maaf. Apa sore ini jadi ke tempat SPA?" aku membuka topik agar suasana tidak canggung.
Tangannya menyingkirkan beberapa helaian rambut panjang coklatku ke balik telingaku.
"Aku sudah booking tempatnya. Sial. Kulit mu sangat lembut." Aku menengadah agar bibirnya lebih leluasa menelusurir leher ku.
"Bagaimana dengan Laurent?"
"Supir akan mengantar Laurent ke sini kemudian kita akan pergi bersama-sama dengan mobilku. Kau tahu? Sepanjang pagi ini Laurent terus menanyaimu. Bagaimana bisa kau menyita pikiran anak ku?"
"Itu karena pesona ku," kataku, tak yakin.
"Appanya juga jatuh pada pesonamu." Sebelum aku berpikir keras tentang perkataannya barusan. Dia mncium ku. Awalnya lembut, namun menjadi menuntut. Kedua tangannya menangkup wajah ku.

***
"Kalian ingin pesan apa?" aku bertanya pada Baby dan Siwon. Setelah pulang dari salon, perut kami minta di isi. Siwon mengajak kami ke KFC samping salon tempat kami SPA. Siwon mengalihkan tatapannya dari ponselnya.
"Apa yang kau pesan. Aku akan memakannya," dia kembali sibuk dengan ponselnya.
"Laurent mau kentang goreng."
"Jangan. Appa melarang. Laurent harus makan nasi di malam hari." Matanya tetap fokus pada ponselnya. Laurent mengerucut.
"Baik appa. Kalau begitu Laurent pesan seperti appa saja, tapi ayamnya tidak pedas."
"Bagaimana dengan paket jumbo saja?" tanganku menyentuh pahanya yang tertutup celana bahan, agar dia tahu jika aku bertanya padanya.
"Terserah kau saja." Aku memutar mata ku.
"Oke. Pesanan akan segera datang," Aku berjalan ke tempat antrian yang tidak terlalu rame. Selama mengantri pikiran ku kembali di tempat salon. Siwon mengajak aku hanya memijat badan di Ohm Spa & Lounge offer. Salon yang sangat mahal. Di peruntukkan dari orang-orang kelas atas. Kupikir dia tidak terlalu pusing mengeluarkan uangnya. Aku merasakan sesuatu menyentuh b*kong ku. Belum sempat membalikkan badan, tubuh ku sudah terhuyung ke depan dan jatuh ke lantai. Ke dua
telapak tangan ku berdenyut perih akibat gesekkan dari lantai. Aku langsung bangkit berdiri saat melihat Siwon memukul seorang pria berbadan besar dan tangannya banyak bulu.
"Apa yang kau lakukan?" jerit ku. Menghentikan lengannya di udara. Pengunjung dan pelayan menatap ke arah kami. Hanya Laurent berjingkrang sambil bertepuk tangan kesenangan karna appanya berhasil menjatuhkan seorang pria berbadan monster.
"B*jingan brengsek ini memegang b*kong mu," katanya marah. Matanya berkobar api dan mukanya memerah karna marah. Mukaku merona malu karna perkataannya.
"Sudah, Siwon, tahan emosimu. Kau bisa membunuhnya. B*jingan ini sudah mendapatkan hukumannya. Sebaiknya kita cari tempat makan yang lain saja," aku membawanya ke tempat meja kami, mengambil tasku dan mengandeng tangan Laurent. Sebelum keluar, aku meminta maaf kepada pengunjung dan para pelayan.
"Appa tadi itu sangat keren," aku tertawa melihat Laurent meninju udara. Mata Siwon sudah melembut tidak segelap tadi karna melihat tingkah anaknya yang lucu. Kami berhenti didepan mobilnya. Dia menggenggam sebelah tanganku. Meringis kesakitan ketika dia meremas telapak tanganku yang perih akibat jatuh tadi. Dia melihat telapak tanganku yang memerah. Rahangnya mengeras.
"Kau terluka karna aku," katanya, dingin. Aku menggeleng.
"B*jingan sialan itu," dia menggeram. Dadanya naik-turun.
"Aku tidak apa-apa," aku meyakinkannya.
"Ta---," Aku membungkam bibirnya sebelum dia berhasil menyelesaikan kata-katanya. Tanganku yang lain menutup mata Laurent.
"Aduh, kenapa mata Laurent ditutup?" Aku dan Siwon tersenyum disela-sela ciuman kami.

TBC ............ Jangan lupa rcl yaaa...

You May Also Like

0 comments

Komentar terakhir

Sponsor

Instagram

https://www.instagram.com/dianaoctvn/?hl=en