FF My Possesive CEO Part 9 swag couple siwon agnes (re-make wattpad silver_ )

by - 6:22 AM

Hai haii para bloggies chuchuchu pada kangen ga sama didiw? huh ga ada yang kangen yaa yaudah deh :") wkwk , hei hari ini didiw mau ngepost kembali ff my possesive ceo nyaa sesuai janji didiw here we go , happy reading palsweetie love chuchuchu..................................................
Genre : romance
Cast : 
agnes mo as her self            -Min-Ho as Adik Agnes
Choi siwon as him self        -Choi Seung hyun (Top) as ex agnes
Lauren Choi as anak siwon  -Tiffany as agnes Friend
   
And other cast find by your self

"Appa tadi itu sangat keren," aku tertawa melihat Laurent meninju udara. Mata Siwon sudah melembut tidak segelap tadi karna melihat tingkah anaknya yang lucu. Kami berhenti didepan mobilnya. Dia menggenggam sebelah tanganku. Meringis kesakitan ketika dia meremas telapak tanganku yang perih akibat jatuh tadi. Dia melihat telapak tanganku yang memerah. Rahangnya mengeras.

"Kau terluka karna aku," katanya, dingin. Aku menggeleng.

"Bajingan sialan itu," dia menggeram. Dadanya naik-turun.

"Aku tidak apa-apa," aku meyakinkannya.

"Ta---," Aku membungkam bibirnya dengan bibirku sebelum dia berhasil menyelesaikan kata-katanya. Tanganku yang lain menutup mata Laurent.
"Aduh, kenapa mata Laurent ditutup?" Aku dan Siwon tersenyum disela-sela ciuman kami ditempat parkir yang gelap dan sepi.............................
SKIP yadongnya imajinasi sendiri ya


 


Part 9

"Serius?" dia berbisik tapi nadanya penuh penekanan. Aku cemberut. Melipat tangan di dada.
"Apa aku terlihat sedang bergurau?" kataku jengkel. Dia mengibas-ngibas tangan di udara lalu meminum ketiga kali gelas Jus Melonnya melalui sedotan. Dua piring steak dan dua gelas Jus Melon sudah dia habiskan dalam waktu singkat. Kami berada di kantin kantor. Makan siang/jam istirahat.
"Bukan begitu. Ini sangat gila. Aku tidak menyangkanya. Ya, Tuhan," dia menjadi queen of dramatis.
"Bisakah kau tidak berlebihan, Tiffany?" aku mendesis saat staff lain menatap kearah kami dengan pandangan ingin tahu, marah dan mencemooh karna suara Tiffany mengganggu ketenangan mereka.
"Bagaimana bisa aku tidak bersikap berlebihan ketika kau dan Boss," dia berbisik, tangannya terangkat di udara dan jari telunjuknya dan jari tengahnya bergerak diudara membentuk tanda kutip.
"punya hubungan khusus. Seharusnya aku menyadarinya saat kau berdansa dengannya begitu nempel. Aku pikir kau bersamanya di Australia karna jadwalnya, kau 'kan Sekretarisnya." Aku memutar mataku kearah langit- langit kantin. Tiffany menemukan aku dan Siwon sedang berciuman di tempat parkir mobil pagi tadi. Siwon langsung meneror ku dengan pesan teksnya sepanjang pagi. Ketika istirahat Tiffany sudah menungguku di tempat meja kerja Amel sambil melambai-lambai dan memberikan tatapan mengejek,
"Kau tidak bisa lari dariku." Aku akan menolak jika Siwon ingin mencium aku di parkiran mobil lagi. Untung Tiffany yang melihat, bukan orang lain. Aku terpaksa menceritakannya di mulai dari niat aku menenangkan diriku karna patah hati. Bertemu Siwon tanpa ada unsur kesengajaan. Dan perihal perjanjian menjadi Babysitter Laurent selama lima hari. Aku memotong bagian-bagian yang menurutku, sebaiknya di rahasiakan. Berbagai macam ekspresi ia tunjukkan selama menjadi pendengar yang baik: melotot, mendesah, sedih, dan syok. Aku mengangkat bahu.
"Aku dan dia tidak punya hubungan khusus seperti yang kau pikirkan sebelum dia memintaku menjadi kekasihnya." Dia tersedak Jus Melonnya. Setelah cukup tenang dia berkata,
"Jadi belum ya. Yang pertama di butuhkan dalam suatu hubungan adalah saling mencintai. Apa kau mencintainya, Agnes?" Aku termenung beberapa menit. Apa aku mencintainya? Aku memang sudah lama mengangguminya, basah karnanya. Tapi, aku dekat dengannya baru sekitar dua minggu. Terlalu cepat mengatakan, aku mencintainya. Tapi, tiap kali bersama Siwon, jantungku berdebar-debar. Salah tingkah. Tidak mau jauh darinya. Selalu merindukannya. Ciri-ciri seseorang
sedang jatuh cinta, aku mengalaminya pada Siwon.

Aku memainkan minumanku menggunakan sedotan.
"Aku mencintainya, Tiffany. Tapi aku tidak tahu, apakah dia akan menerimaku? Apakah dia mencintaiku seperti aku mencintainya?" kepala ku terkulai menunduk. Membayangkan ketika dia menjauhiku karna aku mencintainya. Hatiku sesak seperti dihimpit tembok. Dia tampan dan kaya, di kelilingi banyak wanita lebih cantik daripada aku. Tiffany mengelus punggung tanganku.
"Rayu dia untuk mengatakannya dan sadarkan dirinya bahwa ada kau mencintainya. Aku bisa membantumu. Aku akan selalu mendukungmu dan selalu disampingmu," dia tersenyum manis. Aku tersenyum pada ketulusannya.
"Terimakasih, Tiffany. Aku akan menghubungimu jika aku membutuhkan bantuanmu."
"Memang harus seperti itu. Aku senang kau bisa menerimaku kembali dan tidak--" Aku memotongnya cepat.

"Kumohon, jangan mengungkit kejadian kemarin. Aku tidak mau ditengah-tengah persahabatan kita ada penghalang: penyesalan. Itu akan membuat kita merasa canggung. Jadilah, kau dan aku, dua sahabat seperti dulu. Selalu bersama dimanapun dan kapanpun," mata Tiffany berkaca-kaca.

"Oh, Agnes, kau berhati malaikat," Tiffany memelukku dengan penuh airmata dipipinya. Aku mengelus punggungnya.

"Aku tidak seperti itu," aku tertawa kecil. Kepalanya menggeleng.

"Aku sudah lama mengenalmu. Kau selalu memaafkan orang-orang yang sudah membuatmu menderita. Bahkan, ketika kau nyaris gila. Kau memaafkan bajingan itu!" dia melepaskan pelukkannya. Menggenggam tanganku. Tatapannya menjadi serius.

"pelajaran yang aku ambil adalah aku harus jujur dan percaya agar persahabatan kita tidak terbunuh karna penghalang kepahitan, ketidakjujuran ku."

***
Aku dan Tiffany berpisah dilift. Ruang kerja Tiffany dilantai empat sedangkan aku dilantai paling atas, duapuluh. Kami menghabiskan waktu seperti biasanya, seperti tidak terjadi sesuatu diantara kami. Biarlah masa lalu menjadi sebuah pelajaran. Hidup tidak melihat masa lalu tapi masa depan. Pintu lift terbuka. Aku tersenyum ramah saat melihat seorang wanita berambut pirang sebahu tertata rapi, cantik dan matanya berwarna abu-abu.

"Tunggu," aku berhenti dan berbalik menghadapnya.

"Ada yang bisa saya bantu, ma'am?" senyum profesional terlukis diwajahku. Dia menilai penampilanku.

"Kau adalah Agnes Monica?" Aku diam membisu ketika dia menyebut nama lengkapku. Aku tidak pernah bertemu dengannya. Kebingungan tergambar dipipiku.

"Ya. Apa kita saling mengenal?" Dia melangkah dua kali kedepan.

"Kau cantik dan terlihat awet muda. Kau sangat beruntung. Benar apa yang dia katakan padaku, aku tidak punya kesempatan lagi. Apa yang terjadi pada diriku?" dia tertawa yang ditunjukkan untuk dirinya sendiri. Aku berdiri dikoridor lift penuh kebingungan. Hidungku mengkerut. "ini pertama kalinya aku bertemu dengan seorang wanita yang mampu membuatku merasa iri karnanya," dia mendesah.

"lupakan. Aku memang wanita jal*ng." Dia berbalik, memencet tombol lift kemudian lift membawanya menghilang dari hadapanku.

"Amel, kau tahu wanita berambut pirang sebahu? Matanya abu-abu?" tanyaku. Wanita itu membuatku bingung pada setiap kata-katanya dan dia tahu namaku. Bagaimana bisa?

"Aku bekerja dan dibayar bukan untuk memperhatikan orang," jawabnya, dingin. Bohong! Kau sering memperhatikan penampilanku.

"Kau sangat membantu. Terimakasih sudah berbaik hati menjawab pertanyaanku," kataku ramah dibuat- buat.

"Sama-sama. Senang akhirnya kita saling membantu," dan aku meninggalkan meja kerja Amel. Aku bisa mendengarnya mendumel dari balik punggungku. Tubuhku terhempas dipintu dengan cepat saat aku baru saja membuka pintu. "Siwon," jeritku.

Wajah Siwon didepan wajahku begitu dekat, tangannya berada dikedua sisi tubuhku dan matanya menatap bibirku. Bola matanya menggelap. Wajahnya tampak suram, marah dan kecewa. Ada apa dengannya? Aku tersedak pada kata-kataku sebelum terucap karna dia sudah mencium ku dengan lembut. Tangannya memeluk pinggangku dan tangan lainnya memeluk leherku.
Aku bersyukur Siwon merengkuh tubuhku karna kakiku bertambah lemas, tidak sanggup berdiri ,. Dia melepaskan tautan bibirnya saat dia menyadari aku kehabisan nafas. Dada kami naik turun dan rakus menghirup udara untuk mengisi kekosongan udara diparu-paru kami. Bibirku terasa panas dan membengkak. Aku menyukainya saat dia menciumku. Dia pintar soal berciuman.

Kepalanya berada dibahuku. Meniup leherku, seketika aku merinding. Dia tertawa pada reaksiku.
"Bibirmu rasa coklat. Tubuhmu beraroma vannila. Rambutmu menyebarkan wangi strawberry dihidungku. Kau mengingatkanku pada makanan,".
"Kau lapar?" tanyaku. Dada kami sudah kembali normal. Tapi detak jantungku belum normal. Aku rasa Siwon bisa mendengarnya.
"Ya," jempolnya bermain di bawah bibirku. Kepalaku menengadah saat dia mncium kulit leherku. Aku yakin dia meninggalkan jejak kissmark disana.
"Kenapa kau belum makan?" tanganku memainkan rambutnya.
"Belum makan kau."
"Aww," aku menjerit terkejut ketika dia menggendong tubuhku kebahunya, membawaku keatas sofa panjang berlapis kulit lembut dan empuk.
"Buat aku kenyang, darling." Aku menarik kerah tuxedonya mendekat dan menciumnya dengan kasar. Dia menggeram beberapa kali ketika aku menggigit bibirnya.

SKIP  yadong nya imajinasi sendiri.

Apa kau sudah kenyang? tanyaku. Aku menggodannya. Tangannya menjauhkan rambutku yang menempel di wajahku.
"Aku tidak pernah kenyang akan dirimu. Kau tahu, ini pertama kalinya aku bercnta di ruang kerjaku sendiri denganmu," dia mencium keningku.

"Aku senang mendengarnya," aku tidak bohong mengatakannya. Hatiku di selimuti kebahagiaan.

"Besok malam berdandanlah untukku," bibirnya mencium telapak tangan. Aku mendongak. Mata kami bertemu pandang. Apa dia mengajakku kencan?
"Kamu mau mengajak aku kemana?"

"Eomaku mendapatkan undangan pesta ulang tahun perusahaan dari istri teman arisannya. Menggantikan eoma dan appa yang tidak bisa hadir," aku sedikit kecewa. Dia belum pernah mengajakku pergi kencan. Dia merengkuhku kedalam pelukkannya.

"Orang tuamu tinggal disini?" alisku terangkat sebelah.

"Tentu saja," dia mencium sudut bibirku. Aku membalasnya. Senyum indah terlintas di wajah tampannya. Tersenyum atau tidak sedang tersenyum-pun, dia tetap terlihat tampan.

"Aku pikir di Korea," wajahnya menjadi dingin dan matanya menggelap. Aku langsung menambahkan dengan cepat. Membelai wajah halusnya yang tercukur bersih dengan kedua telapak tanganku.

"aku akan berdandan untukmu. Jam berapa aku harus siap?" aku mencoba tersenyum. Mencium dadanya dan bersandar di bahunya.
"Setengah tujuh aku akan menjemputmu," nada suaranya terdengar dingin.
"Oke."
"Terimakasih."

"Kau tidak perlu mengucapkan terimakasih padaku. Aku senang pergi bersamamu, meskipun bukan kencan." Dia mengeratkan pelukkannya. Mencium rambutku kemudian mncium bibirku begitu dalam. Matanya kembali bersinar.

"Kau ingin aku mengajakmu pergi kencan?" dia tersenyum dileherku. Pipiku merona merah, tak bisa menyembunyikan senyum malu. Apa yang aku pikirkan terucap tanpa sadar.

"Setiap wanita menginginkan seorang pria mengajaknya kencan," semburku, tanganku memeluk dadanya.

"Oke. Kau ingin kencan seperti apa? Panjat tebing? Main poker? Atau tanding catur?" aku menghela nafas marah.

Aku bertambah jengkel mendengar suaranya tertawa keras, mengguncang tubuhku didalam pelukkannya.
"Sangat lucu. Teruslah tertawa," cibirku.. Wajahnya menjadi serius.
"Aku pastikan, aku akan mengajakmu kencan dalam waktu dekat." Aku tersenyum lebar hingga menampilkan gigi-gigi putihku.
"Sebuah janji sang CEO tampan."
"Janji kepada Sekretaris bermulut pandai," balasnya.
"Siwon."
"Hm?" gumamnya. Aku menggeleng cepat. Ini belum waktunya untuk mengungkapkan bahwa, aku mencintainya.
 TBC........................ Jangan lupa komen yaaaaa

You May Also Like

0 comments

Komentar terakhir

Sponsor

Instagram

https://www.instagram.com/dianaoctvn/?hl=en