FF My Possesive CEO Part 9 swag couple siwon agnes (re-make wattpad silver_ )
Hai haii para bloggies chuchuchu pada kangen ga sama didiw? huh ga ada yang kangen yaa yaudah deh :") wkwk , hei hari ini didiw mau ngepost kembali ff my possesive ceo nyaa sesuai janji didiw here we go , happy reading palsweetie love chuchuchu..................................................
Genre : romance
Cast :
agnes mo as
her self -Min-Ho
as Adik Agnes
Choi siwon as
him self -Choi
Seung hyun (Top) as ex agnesLauren Choi as anak siwon -Tiffany as agnes Friend
And other cast find
by your self
My possesive CEO Part 1
My possesive CEO part 2
My Possesive CEO Part 3
My Possesive CEO Part 4
My Possesive CEO Part 5
My Possesive CEO Part 6
My Possesive CEO Part 7 My possesive CEO part 2
My Possesive CEO Part 3
My Possesive CEO Part 4
My Possesive CEO Part 5
My Possesive CEO Part 6
"Appa tadi itu
sangat keren," aku tertawa melihat Laurent meninju udara. Mata Siwon sudah
melembut tidak segelap tadi karna melihat tingkah anaknya yang lucu. Kami
berhenti didepan mobilnya. Dia menggenggam sebelah tanganku. Meringis kesakitan
ketika dia meremas telapak tanganku yang perih akibat jatuh tadi. Dia melihat
telapak tanganku yang memerah. Rahangnya mengeras.
"Kau terluka
karna aku," katanya, dingin. Aku menggeleng.
"Bajingan
sialan itu," dia menggeram. Dadanya naik-turun.
"Aku tidak
apa-apa," aku meyakinkannya.
"Ta---,"
Aku membungkam bibirnya dengan bibirku sebelum dia berhasil menyelesaikan
kata-katanya. Tanganku yang lain menutup mata Laurent.
"Aduh, kenapa
mata Laurent ditutup?" Aku dan Siwon tersenyum disela-sela ciuman kami
ditempat parkir yang gelap dan sepi.............................
SKIP yadongnya imajinasi sendiri ya
Part 9
"Serius?"
dia berbisik tapi nadanya penuh penekanan. Aku cemberut. Melipat tangan di
dada.
"Apa aku
terlihat sedang bergurau?" kataku jengkel. Dia mengibas-ngibas tangan di
udara lalu meminum ketiga kali gelas Jus Melonnya melalui sedotan. Dua piring
steak dan dua gelas Jus Melon sudah dia habiskan dalam waktu singkat. Kami
berada di kantin kantor. Makan siang/jam istirahat.
"Bukan
begitu. Ini sangat gila. Aku tidak menyangkanya. Ya, Tuhan," dia menjadi
queen of dramatis.
"Bisakah kau
tidak berlebihan, Tiffany?" aku mendesis saat staff lain menatap kearah
kami dengan pandangan ingin tahu, marah dan mencemooh karna suara Tiffany
mengganggu ketenangan mereka.
"Bagaimana
bisa aku tidak bersikap berlebihan ketika kau dan Boss," dia berbisik,
tangannya terangkat di udara dan jari telunjuknya dan jari tengahnya bergerak
diudara membentuk tanda kutip.
"punya
hubungan khusus. Seharusnya aku menyadarinya saat kau berdansa dengannya begitu
nempel. Aku pikir kau bersamanya di Australia karna jadwalnya, kau 'kan
Sekretarisnya." Aku memutar mataku kearah langit- langit kantin. Tiffany
menemukan aku dan Siwon sedang berciuman di tempat parkir mobil pagi tadi.
Siwon langsung meneror ku dengan pesan teksnya sepanjang pagi. Ketika istirahat
Tiffany sudah menungguku di tempat meja kerja Amel sambil melambai-lambai dan
memberikan tatapan mengejek,
"Kau tidak
bisa lari dariku." Aku akan menolak jika Siwon ingin mencium aku di
parkiran mobil lagi. Untung Tiffany yang melihat, bukan orang lain. Aku
terpaksa menceritakannya di mulai dari niat aku menenangkan diriku karna patah
hati. Bertemu Siwon tanpa ada unsur kesengajaan. Dan perihal perjanjian menjadi
Babysitter Laurent selama lima hari. Aku memotong bagian-bagian yang menurutku,
sebaiknya di rahasiakan. Berbagai macam ekspresi ia tunjukkan selama menjadi
pendengar yang baik: melotot, mendesah, sedih, dan syok. Aku mengangkat bahu.
"Aku dan dia
tidak punya hubungan khusus seperti yang kau pikirkan sebelum dia memintaku
menjadi kekasihnya." Dia tersedak Jus Melonnya. Setelah cukup tenang dia
berkata,
"Jadi belum
ya. Yang pertama di butuhkan dalam suatu hubungan adalah saling mencintai. Apa
kau mencintainya, Agnes?" Aku termenung beberapa menit. Apa aku
mencintainya? Aku memang sudah lama mengangguminya, basah karnanya. Tapi, aku
dekat dengannya baru sekitar dua minggu. Terlalu cepat mengatakan, aku
mencintainya. Tapi, tiap kali bersama Siwon, jantungku berdebar-debar. Salah
tingkah. Tidak mau jauh darinya. Selalu merindukannya. Ciri-ciri seseorang
sedang jatuh
cinta, aku mengalaminya pada Siwon.
Aku memainkan
minumanku menggunakan sedotan.
"Aku
mencintainya, Tiffany. Tapi aku tidak tahu, apakah dia akan menerimaku? Apakah
dia mencintaiku seperti aku mencintainya?" kepala ku terkulai menunduk.
Membayangkan ketika dia menjauhiku karna aku mencintainya. Hatiku sesak seperti
dihimpit tembok. Dia tampan dan kaya, di kelilingi banyak wanita lebih cantik
daripada aku. Tiffany mengelus punggung tanganku.
"Rayu dia
untuk mengatakannya dan sadarkan dirinya bahwa ada kau mencintainya. Aku bisa
membantumu. Aku akan selalu mendukungmu dan selalu disampingmu," dia
tersenyum manis. Aku tersenyum pada ketulusannya.
"Terimakasih,
Tiffany. Aku akan menghubungimu jika aku membutuhkan bantuanmu."
"Memang harus
seperti itu. Aku senang kau bisa menerimaku kembali dan tidak--" Aku
memotongnya cepat.
"Kumohon,
jangan mengungkit kejadian kemarin. Aku tidak mau ditengah-tengah persahabatan
kita ada penghalang: penyesalan. Itu akan membuat kita merasa canggung.
Jadilah, kau dan aku, dua sahabat seperti dulu. Selalu bersama dimanapun dan
kapanpun," mata Tiffany berkaca-kaca.
"Oh, Agnes,
kau berhati malaikat," Tiffany memelukku dengan penuh airmata dipipinya.
Aku mengelus punggungnya.
"Aku tidak
seperti itu," aku tertawa kecil. Kepalanya menggeleng.
"Aku sudah
lama mengenalmu. Kau selalu memaafkan orang-orang yang sudah membuatmu menderita.
Bahkan, ketika kau nyaris gila. Kau memaafkan bajingan itu!" dia melepaskan
pelukkannya. Menggenggam tanganku. Tatapannya menjadi serius.
"pelajaran
yang aku ambil adalah aku harus jujur dan percaya agar persahabatan kita tidak
terbunuh karna penghalang kepahitan, ketidakjujuran ku."
***
Aku dan Tiffany
berpisah dilift. Ruang kerja Tiffany dilantai empat sedangkan aku dilantai
paling atas, duapuluh. Kami menghabiskan waktu seperti biasanya, seperti tidak
terjadi sesuatu diantara kami. Biarlah masa lalu menjadi sebuah pelajaran.
Hidup tidak melihat masa lalu tapi masa depan. Pintu lift terbuka. Aku
tersenyum ramah saat melihat seorang wanita berambut pirang sebahu tertata
rapi, cantik dan matanya berwarna abu-abu.
"Tunggu,"
aku berhenti dan berbalik menghadapnya.
"Ada yang
bisa saya bantu, ma'am?" senyum profesional terlukis diwajahku. Dia
menilai penampilanku.
"Kau adalah
Agnes Monica?" Aku diam membisu ketika dia menyebut nama lengkapku. Aku
tidak pernah bertemu dengannya. Kebingungan tergambar dipipiku.
"Ya. Apa kita
saling mengenal?" Dia melangkah dua kali kedepan.
"Kau cantik
dan terlihat awet muda. Kau sangat beruntung. Benar apa yang dia katakan
padaku, aku tidak punya kesempatan lagi. Apa yang terjadi pada diriku?"
dia tertawa yang ditunjukkan untuk dirinya sendiri. Aku berdiri dikoridor lift
penuh kebingungan. Hidungku mengkerut. "ini pertama kalinya aku bertemu
dengan seorang wanita yang mampu membuatku merasa iri karnanya," dia mendesah.
"lupakan. Aku
memang wanita jal*ng." Dia berbalik, memencet tombol lift kemudian lift
membawanya menghilang dari hadapanku.
"Amel, kau
tahu wanita berambut pirang sebahu? Matanya abu-abu?" tanyaku. Wanita itu
membuatku bingung pada setiap kata-katanya dan dia tahu namaku. Bagaimana bisa?
"Aku bekerja
dan dibayar bukan untuk memperhatikan orang," jawabnya, dingin. Bohong!
Kau sering memperhatikan penampilanku.
"Kau sangat
membantu. Terimakasih sudah berbaik hati menjawab pertanyaanku," kataku
ramah dibuat- buat.
"Sama-sama.
Senang akhirnya kita saling membantu," dan aku meninggalkan meja kerja
Amel. Aku bisa mendengarnya mendumel dari balik punggungku. Tubuhku terhempas
dipintu dengan cepat saat aku baru saja membuka pintu. "Siwon,"
jeritku.
Wajah Siwon
didepan wajahku begitu dekat, tangannya berada dikedua sisi tubuhku dan matanya
menatap bibirku. Bola matanya menggelap. Wajahnya tampak suram, marah dan
kecewa. Ada apa dengannya? Aku tersedak pada kata-kataku sebelum terucap karna
dia sudah mencium ku dengan lembut.
Tangannya memeluk pinggangku dan tangan lainnya memeluk leherku.
Aku bersyukur Siwon
merengkuh tubuhku karna kakiku bertambah lemas, tidak sanggup berdiri ,. Dia melepaskan tautan bibirnya saat dia menyadari aku kehabisan nafas. Dada kami naik turun dan
rakus menghirup udara untuk mengisi kekosongan udara diparu-paru kami. Bibirku
terasa panas dan membengkak. Aku menyukainya saat dia menciumku. Dia pintar
soal berciuman.
Kepalanya berada
dibahuku. Meniup leherku, seketika aku merinding. Dia tertawa pada reaksiku.
"Bibirmu rasa
coklat. Tubuhmu beraroma vannila. Rambutmu menyebarkan wangi strawberry
dihidungku. Kau mengingatkanku pada makanan,".
"Kau
lapar?" tanyaku. Dada kami sudah kembali normal. Tapi detak jantungku belum
normal. Aku rasa Siwon bisa mendengarnya.
"Ya,"
jempolnya bermain di bawah bibirku. Kepalaku menengadah saat dia mncium
kulit leherku. Aku yakin dia meninggalkan jejak kissmark disana.
"Kenapa kau
belum makan?" tanganku memainkan rambutnya.
"Belum makan
kau."
"Aww,"
aku menjerit terkejut ketika dia menggendong tubuhku kebahunya, membawaku
keatas sofa panjang berlapis kulit lembut dan empuk.
"Buat aku
kenyang, darling." Aku menarik kerah tuxedonya mendekat dan menciumnya
dengan kasar. Dia menggeram beberapa kali ketika aku menggigit bibirnya.
SKIP yadong nya imajinasi sendiri.
SKIP yadong nya imajinasi sendiri.
“Apa kau sudah kenyang?” tanyaku. Aku menggodannya. Tangannya menjauhkan
rambutku yang menempel di wajahku.
"Aku tidak pernah
kenyang akan dirimu. Kau tahu, ini pertama kalinya aku bercnta di ruang
kerjaku sendiri denganmu," dia mencium keningku.
"Aku senang
mendengarnya," aku tidak bohong mengatakannya. Hatiku di selimuti
kebahagiaan.
"Besok malam
berdandanlah untukku," bibirnya mencium telapak tangan. Aku mendongak.
Mata kami bertemu pandang. Apa dia mengajakku kencan?
"Kamu mau
mengajak aku kemana?"
"Eomaku
mendapatkan undangan pesta ulang tahun perusahaan dari istri teman arisannya.
Menggantikan eoma dan appa yang tidak bisa hadir," aku sedikit kecewa. Dia
belum pernah mengajakku pergi kencan. Dia merengkuhku kedalam pelukkannya.
"Orang tuamu
tinggal disini?" alisku terangkat sebelah.
"Tentu
saja," dia mencium sudut bibirku. Aku membalasnya. Senyum indah terlintas
di wajah tampannya. Tersenyum atau tidak sedang tersenyum-pun, dia tetap
terlihat tampan.
"Aku pikir di
Korea," wajahnya menjadi dingin dan matanya menggelap. Aku langsung
menambahkan dengan cepat. Membelai wajah halusnya yang tercukur bersih dengan
kedua telapak tanganku.
"aku akan
berdandan untukmu. Jam berapa aku harus siap?" aku mencoba tersenyum.
Mencium dadanya dan bersandar di bahunya.
"Setengah
tujuh aku akan menjemputmu," nada suaranya terdengar dingin.
"Oke."
"Terimakasih."
"Kau tidak
perlu mengucapkan terimakasih padaku. Aku senang pergi bersamamu, meskipun bukan kencan." Dia mengeratkan pelukkannya. Mencium rambutku kemudian
mncium bibirku begitu dalam. Matanya kembali bersinar.
"Kau ingin
aku mengajakmu pergi kencan?" dia tersenyum dileherku. Pipiku merona
merah, tak bisa menyembunyikan senyum malu. Apa yang aku pikirkan terucap tanpa
sadar.
"Setiap
wanita menginginkan seorang pria mengajaknya kencan," semburku, tanganku
memeluk dadanya.
"Oke. Kau
ingin kencan seperti apa? Panjat tebing? Main poker? Atau tanding catur?"
aku menghela nafas marah.
Aku bertambah
jengkel mendengar suaranya tertawa keras, mengguncang tubuhku didalam
pelukkannya.
"Sangat lucu.
Teruslah tertawa," cibirku.. Wajahnya
menjadi serius.
"Aku pastikan,
aku akan mengajakmu kencan dalam waktu dekat." Aku tersenyum lebar hingga menampilkan
gigi-gigi putihku.
"Sebuah janji
sang CEO tampan."
"Janji kepada
Sekretaris bermulut pandai," balasnya.
"Siwon."
"Hm?"
gumamnya. Aku menggeleng cepat. Ini belum waktunya untuk mengungkapkan bahwa,
aku mencintainya.
TBC........................ Jangan lupa komen yaaaaa
0 comments