FF My Possesive CEO Part 10 siwon agnes remake wattpad silver_

by - 12:24 AM



Genre : romance 
Cast : 
agnes mo as her self            -Min-Ho as Adik Agnes
Choi siwon as him self        -Choi Seung hyun (Top) as ex agnes
Lauren Choi as anak siwon  -Tiffany as agnes Friend
   
And other cast find by your self
HAPPY READING......................... 


Part 10

Tiga kali olesan terakhir maskara pada bulu mataku, maka aku sudah selesai seratus persen. Tidak bisa menahan lengkungan bibirku membentuk sebuah senyuman saat melihat pantulan diriku di cermin.

Rambut panjang coklatku di keritingin. Dress pesta berwarna biru tua sebatas dengkul, bagian lengan hingga menyentuh siku tanganku dan ada pita besar senada dengan warna dress di belakang pinggangku. Tidak ada bagian tubuhku kecuali kakiku, yang terekspos. Tidak seperti gaun yang pernah aku pakai di acara pesta pernikahan Tiffany. Lagipula, aku memang tidak berniat memakai pakaian terbuka ketika pergi bersama Siwon, kecuali jika dia yang meminta. Dia akan terus mengocehi bajuku disepanjang jalan, membuatku bosan. Cukup sekali.

Lima belas menit lagi dia akan tiba dirumahku, menjemputku. Apa yang akan terjadi seandainya eoma dan appanya atau Minho yang membukakan pintu untuknya? Tiba-tiba saja aku berhenti bernafas. Mengipas-ngipas wajahku menggunakan kedua tanganku ketika merasakan keringat akan melunturkan rias make-up diwajahku, walaupun Siwon pernah mengatakan: aku tetap cantik jika tidak memakai make-up. Tapi, Aku tidak ingin memalukannya dipesta teman eomanya. Disana akan banyak wanita cantik.

"Sayang," ketukkan pintu diikuti suara lembut milik eoma. Pintu kamarku terbuka, sebelumnya aku menyuruh eoma membuka pintu kamarku yang tidak terkunci. Eoma duduk diatas ranjangku, disampingku,
"Kau sangat cantik, anakku," kerutan terlihat disekitar mata eoma ketika sedang tersenyum. Aku mengcopy wajah eoma. Sedangkan Minho mengcopy wajah appa.
"Secantik Eoma," kami tertawa bersamaan karna perkataanku.
"Hm," ibu tampak ragu, tetapi ia melanjutkan, "Kenapa TOP tidak pernah datang lagi kesini? Kau pergi bersamanya 'kan?" Aku diam beberapa saat. Bibir eoma berkerut menunggu jawabanku. Eoma menyukai TOP karna dia sopan dan penuh perhatian pada appa dan eoma.

Aku tidak menceritakannya, aku takut eoma sedih dan kecewa padaku. Eoma sudah menganggap TOP sebagai anaknya. Ibu sangat bahagia saat aku memberitahunya, TOP berencana akan melamarku. Bahkan eoma sudah mengasih banyak saran pada acara pertunanganku dengan TOP.
"Maaf, mom... Aku dan TOP sudah berakhir," kataku, pelan. Semburat kebingungan tergambar diwajah eoma, "Apa yang terjadi?" eoma terlihat murung. Aku jadi merasa bersalah. Aku gelisah memikirkan jawaban. Tidak mungkin aku menceritakan sebenarnya. eoma dekat juga pada Tiffany.

"Setelah dua tahun berpacaran, kami baru menyadari beberapa hal: kami memiliki banyak perbedaan. Kami sudah tidak cocok satu sama lain. Perasaan kami tidak seperti dulu," jeda sebentar memastikan ibu tidak kena serangan jantung. Setelah memastikan eoma masih baik-baik saja, aku melanjutkan.
"kami memilih berpisah sebelum cincin tersemat dijari kami (menyesal dibelakangan). Dia sudah bahagia pada pilihanya, eoma," aku tersenyum tipis. eoma membelai punggung tanganku dan tersenyum lebar,

"Dulu waktu eoma dan appamu masih berpacaran, kami sering bertengkar karna perbedaan pendapat. Seringkali kami berakhir namun kembali lagi. Setelah menikahpun, ayah dan ibu sering bertengkar karna perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat selalu hadir ditengah-tengah suatu hubungan, entah itu antara teman maupun kekasih. Tapi, jika memang sudah tidak cocok dan perasaan satu sama lain sudah hilang, tidak perlu dipertahankan lagi. Itu akan berakibat saling menyakiti. Jadi, kau tidak apa-apa?" eoma memang tempat curhat yang paling menyenangkan. Tak jarang aku sering curhat pada Eoma.

"Sebelumnya tidak baik-baik saja. Tapi, sekarang sudah membaik," aku tersenyum lega agar meyakinkan Eoma.
"Itu karna kau sudah punya teman kencan?" tanya eoma menggoda. Pipiku merona.
"Tidak juga." Dahi eoma berkerut.
"Lalu, kau akan pergi dengan siapa?" suara eoma penuh kebingungan.
"Seorang pria yang dekat denganku. Tapi, dia belum mengajakku kencan," aku tidak sabar berkencan dengannya saat mengingat janjinya: akan mengajakku kencan dalam waktu dekat. Mulut eoma terbuka ingin berbicara, namun tertutup kembali karna suara kelakson. Mungkin itu Siwon. Aku menggandeng tangan ibu.
"Ayo, eoma. Temui temanku." Kami menuruni anak tangga. Kamarku dilantai dua. Di sampingnya, kamar Minho.
"Minho kemana, Eoma?"
"Kerja kelompok dirumah temannya," aku mengangguk. Membuka pintu, mataku langsung disunguhi pria tampan dan berbadan tegak yang dibalut dengan kemeja coklat, rompi dan jas dan celana bahannya yang berwarna sedana dengan kemejanya. Sepatunya hitam mengkilat. Rambutnya diberi jel, sehingga poninya tersisir kesamping. Sangat terlihat seperti pria milyader.

"Hai. Berikan aku waktu untuk memperkenalkan kalian. Ini eomaku, siwon. Eoma, ini Siwon," aku memperkenalkan mereka. Siwon mengambil tangan eoma, sedikit membungkuk lalu mencium punggung tangan eomaku.

"Perkenalkan, saya Siwon, eoma," katanya lembut, tersenyum. Ya, Tuhan. Dia memanggil eomaku dengan 'eoma'? eoma merasa tersentuh atas perbuatan Siwon.

"Ya. Aku Jenny, ibu Agnes."
"Terimakasih, eoma, sudah melahirkan Agnes sebagai yeoja yang cantik. Kecantikkan kalian sangat mirip."
"Gombal," timpalku. Kami bertiga tertawa didepan pintu.
"Appamu dulu tukang gombal juga," kami menjadi terbahak-bahak. Aku memeluk ibu kemudian tangan Siwon.
"Kami harus pergi, mom. Nanti, telat."
"Ya, pergilah. Hati-hati dijalan."
"Senang berkenalan dengan Anda. Dan mengizinkan saya membawa putri Anda keluar," kata Siwon sopan dan penuh kelembutan disetiap katanya pada eoma. Eoma tersenyum seolah itu bukan sesuatu yang tidak wajar.
"Tidak masalah selama kau menjaga putriku dengan baik."
"Saya pastikan," ujarnya dengan sungguh-sungguh. Sebelum pergi, aku mencium pipi eoma.
"Bye, mom," Eoma membalas. Lalu, Siwon mengucapkan selamat tinggal pada ibu.
Siwon membuka pintu mobilnya untukku, dia adalah pria jantan. Siwon masuk setelah aku selesai memakai sabuk pengaman. Dia memakai sabuk pengaman, menekan klakson untuk ibu yang masih berdiri ditempatnya sambil melambaikan tangan, dan mobilnya membawa kami menjauh dari perkarangan rumahku.
"Sepertinya eomaku menyukaimu," komentarku, terselip ada nada senang. Dia menengok untuk tersenyum tipis dan kembali fokus pada jalanan.
"Begitupun denganku." Disepanjang jalan kami menghabiskan waktu berbicara banyak hal, aku baru tahu Laurent sudah memiliki babysitter baru.

***
Aku memandangi jalan dari kaca jendela. Jalan trotoar penuh orang- orang berlalu langlang. Gemerlap dan keramaian dikota metropolitan seperti New York memang tidak akan pernah padam.

Mobil berhenti didepan gedung yang mewah, besar dan banyak karangan bunga ucapan selamat. Aku membuka sabuk pengamanku saat seorang pria yang tidak kukenal membukakan pintu untukku. Mungkin, dia bertugas membukakan pintu tamu. Pantatku meninggalkan jok mobil Siwon. Aku tidak gugup, aku sering pergi kepesta menemani orangtuaku. Aku hanya tidak merasa percaya diri bisa dating kepesta bukan bersama orangtuaku, tapi bersama Siwon.

Siwon memberikan kunci mobilnya kepada pria yang tadi membukakan pintu untukku. Mataku liar memandangi kesekeliling ruangan mewah dan megah, bagus ditambah dekorasi yang unik dan cantik. Musik klasik sebagai pengatar lagu untuk berdansa. Banyak orang diruangan ini, namun tidak sesak. Siwon membawaku entah kemana. Setiap wanita yang kuperhatikan, memakai gaun seksi dan aksesoris yang berkilau. Mereka update tentang gaya fanshion terbaru.

Bersyukur bahwa aku tidak memakai dress yang sudah luntur warnanya, walaupun tidak seksi. Mataku bersibobrok dengan mata coklat terang yang mengikuti arah langkah kakiku. Aku tersandung karpet jika saja Siwon tidak memeluk pinggangku, mungkin aku sudah mempermalukan diriku sendiri.
"Perhatikan jalanmu," katanya, datar.
"Maaf," aku memandang kearah tempat si mata coklat lagi. Tapi, dia sudah menghilang.
"Kau mencari apa?" Siwon memandang kearah tempat yang kulihat.
"Bukan sesuatu hal yang penting," dia mengangguk mengerti.
"Mr. Siwon, lama kita tidak bertemu," pria berkepala botak menampilkan senyum ramahnya pada Siwon. Mereka berdua berjabat tangan, aku merapikan dressku. Tidak terlalu mendengar jelas apa yang sedang mereka bicarakan.
"Saya menyampaikan permohonan maaf dari kedua orangtua Saya yang tidak bisa hadir karna ada halangan. Dimana Nyonya. Garzia?"
"Sibuk mendatangi para undangan yang lain. Sampaikan salamku pada orangtuamu."
"Akan aku sampaikan."
"Ngomong-ngomong siapa wanita cantik ini?" Aku mendongak, mengambil posisi berdiri tegak, tersenyum ramah, lalu berjabat tangan dengan Tuan. Garzia.
"Perkenalkan, saya adalah Agnes monica muljoto."
"Darren. Garzia. Kau tampak cantik dan anggun. Apa kalian sepasang kekasih?" Aku menahan suara tersedak agar tidak lolos dari mulutku. Gumpalan darah mengalir deras di sekitar wajahku. Aku melirik kesamping, wajah Siwonn tanpa berekspresi."Aku--"

Siwon memotongku cepat. "Bukan. Dia adalah sekretarisku." Kesedihan sesaat singgah didalam hatiku. Aku merasakan tubuhku terhempas jauh menjadi mengecil, sebesar ukuran semut. Malu pada mulutku yang hampir mengatakan, aku adalah temannya. Aku memang tidak akan pernah merubah julukkan sekretaris menjadi kekasihnya. Aku mencubit pahaku. Ini bukan saatnya pertunjukkan airmata. Aku mencoba menampilkan senyum manisku. Namun, aku tahu, aku gagal.

"Maaf. Aku pikir kalian sepasang kekasih. Mungkin, ingin mencoba berdansa ditempat yang sudah aku sediakan. Aku permisi. Nikmati sajian ditempat ini. Selamat menikmati."

**
Beberapa menit berlalu, aku merasakan seperti berjam-jam lamanya. Kesenangan, kebahagian lenyap sudah karna perkataannya. Dia seperti bunglon, cepat sekali pergantian sifatnya yang banyak itu. Aku ingin kabur, berlari menjauh, aku mempunyai persediaan banyak alasan diisi kepalaku. Tapi, tubuhku mengkhianati pikiranku. Tubuhku tidak bisa jauh-jauh darinya.

"Apa kau lapar? Makanlah jika kau lapar," tangannya menyapu kearah meja panjang bertaplak indah, penuh dengan berbagai macam jenis makanan lezat. Aku tidak punya selera. Tersenyum jika dibutuhkan. Memperkenalkan diri pada temannya jika disuruh Siwon. Sekarang, aku seperti robot yang dikendalikan.
Perutku mual mau muntah. Aku harus menelan jawabanku sebelum terucap karna Siwon mengangkat panggilan di I-phonenya. Wajahnya nampak menahan marah. Suaranya pelan, tapi aku bisa mendengar giginya yang bergemeletuk. Mata gelapnya tanpa ada secercah cahaya tidak mau memandang kearahku. Ada apa? Perasaanku jadi tidak enak.

"Tunggulah disini. Jangan melangkah pergi sebelum aku kembali," perintahnya, suaranya sedingin batu es. Dia langsung berbalik menjauh dengan langkah kakinya yang lebar-lebar, meninggalkanku sendiri seperti orang idiot yang tersesat dikeramaian. Belum dua detik berlalu Siwon menghilang dari balik pintu masuk entah pergi kemana, aku dikejutkan kedatangan si mata coklat didepanku.

Dia tampan. Tapi bagiku, Siwon lebih tampan. Mataku mempelajari dirinya, wajahnya seperti para bangsawan, dagunya bertumbuh halus jenggot, garis rahangnya tegak, hidungnya mancung, ada garis luka dijidatnya. Dia berdecak, antara meledek atau kesal.
"Kau terus menilai ketampananku. Aku tahu, aku memang lebih tampan dibandingkan adik sialanku itu." Mulutku menganga. Minho punya saudara kembar, memiliki kepercayaan diri pada ketampanan mereka. "Maaf?"

"B*jingan itu!" aku dapat mendengarnya menggeram. Aku mundur beberapa langkah, takut dia-lah orang idiot yang tersesat.

"aku berani bertaruh. Adikku pasti belum menceritakan tentang keluarganya padamu, seperti yang dia lakukan pada semua mantannya. Adikku memang lebih suka bermain rahasia," dia berbisik pelan pada kalimat terakhir. Aku merasakan nafasnya menerpa kulit wajahku dan nafasnya beraroma minuman.

"Adik? Kau siapa? Aku tidak tahu kau siapa. Dan tidak mengerti apa yang kau bicarakan," bibirku berkedut.  Dia tertawa. Aku merinding.

"Namaku Will. Kakak dari pria bernama Siwon. Kita pernah bertemu sebelumnya di acara pesta pernikahan Tiffany dan TOP di Australia. Tentu saja, kau tidak mengenalku, tatapanmu selalu tertuju pada Siwon. Apa hebatnya adikku selain menyimpan rahasianya rapat-rapat?" dia terkikik geli saat aku menatapnya galak. Tidak ada yang menatap kearah kami, para undangan sibuk pada teman-temannya. Dan tidak ada tanda petunjuk Siwon segera kembali.

"Apa kau benci pada Siwon? Kakak mana yang menjelekkan adiknya sendiri didepan banyak orang?"
"Didepan banyak orang tapi hanya kau yang mendengarnya. Tidak masalah bagiku," dia mengangkat sebelah bahunya.
"Apa maumu?" kataku, cepat dan menggeram.
"sebaiknya tinggalkan aku sendiri," aku membuang muka.

"Apa kau kekasih adikku?" Dia menyeringai melihat keterkejutan diwajahku. Ada apa dengan malam ini? Kenapa banyak orang yang beranggapan seperti itu? Ketika Siwon mengajakku kekelompok teman bisnisnya, temannya tak pernah lupa bertanya: apa kami pacaran? Sakit seperti dihujami pisau saat Siwon menepis semua itu dengan santai, tanpa beban. Aku suka membaca novel percintaan, dan aku mulai setuju bahwa para wanita lebih banyak menerima kesakitan dibandingkan pria dalam persoalan cinta.

"Itu bukan urusanmu," aku berusaha menjaga suaraku agar tidak terdengar serak.
"Itu adalah urusanku, karna kau berpacaran dengan Siwon, adikku. Kau bodoh. Memilih adikku yang penuh ketertutupan!" katanya, tegas. Aku mendesah.
"Apa maumu?" aku mulai emosi.
"Apa kau pernah menyuruhnya menceritakan masa lalunya padamu? Aku yakin, kau bahkan tidak tahu kepanjangan nama tengah Siwon. Kau hanya tahu sebatas tentangnya seperti perempuan-perempuan yang pernah dekat dengannya. Aku datang bukan bermaksud menjelekkan adikku, tapi aku sudah lelah dikejar-kejar mantan kekasihnya untuk membuatnya kembali pada Siwon dan pacarku selalu salah paham, mengira aku berselingkuh. Aku hanya berwas-was mulai sekarang."

Jadi, Siwon punya banyak mantan? Oke, itu hal yang normal. Dia tampan. Kaya raya. Walaupun dia duda. Duda? Aku tidak tahu dia duda atau masih memiliki seorang istri? Aku mulai tertarik pada pembicaraan ini. Aku membasahi bibir keringku berlipstik.
"Apa dia duda?" tanyaku pelan nyaris tak terdengar. Tapi, dia mendengar sepertinya, dia tertawa ringan.
"Nah, masalah ini saja kau tidak tahu. Untung aku bergerak cepat. Dia bukan duda. Menikah saja belum," aku yakin seandainya ruangan ini hanya ada kami berdua, dia pasti sudah tertawa keras. Aku diam membisu.

Siwon belum menikah? Tapi, dia sudah punya anak, Laurent. Aku tidak pernah sesulit dan merasakan seputusasaan ini tentang pria. Dia benar, Siwon tertutup. Siwonn selalu pintar mengalihkan pembicaraan ketika aku bertanya tentang dirinya.
Dia hanya menjawab jika pertanyaanku seputar Laurent dan soal bisnis. Aku ingat, aku pernah menanyai kehidupannya di Italia, dia malah menghadiahi tatapan tajam dan rahang mengeras. Lalu, Apa wanita berambut pirang, mata abu-abu di lift itu, salah satu mantannya juga? Seberapa banyak rahasia yang dia simpan dengan rapat? Apa saja rahasianya?

"Laurent memang anaknya. Jangan memaksanya untuk berbicara tentang masa lalunya. Semua mantannya ditinggalkan karna itu. Aku sudah memperingatkanmu," mataku menatap matanya dengan lama. Disana tidak ada kebohongan atau bercanda, tapi kebenaran.
"Kau tahu semua tentang rahasianya?" mataku berbinar penuh harap. Dia menggeleng.
"Aku tidak akan menceritakannya kepadamu. Aku bisa mati terbunuh olehnya," sebenarnya, dia sebagai kakak atau adik? Kenapa takut pada adiknya sendiri? Lagipula, Siwon tidak mungkin melakukannya pada saudaranya sendiri. Aku mendengus jengkel.

"Kau yang memulai ini semua," aku memperingatkannya. Dia nyengir dengan wajah tanpa dosa.
"Aku keceplosan. Aku hanya memperingatkanmu, ketika kau ditinggalkanya jangan mencariku. Aku bingung, bagaimana bisa semua mantannya tahu aku? Apa aku lebih terkenal darinya?" dia tertawa, lagi.
"Apa hobimu gemar tertawa?" cibirku.
"Menjauh darinya Will!" aku dan Will menoleh bersamaan kearah suara geraman milik Siwon.

Matanya menatapku dengan padangan pembunuh, seperti buaya kelaparan yang mau menangkap mangsanya. Aku baru menyadari keintiman aku dan Will, aku berdiri dipojok tembok, Will di depanku menutup jarak di antara kami, wajah kami hampir tak memiliki jarak- agar pembicaraan kami tidak didengar orang lain. Aku dan Will menjauh satu sama lain. Pipi dan kupingku memanas. Bagus. Beberapa pasang mata tamu undangan memandangi bergantian kearah kami bertiga, memastikan apa akan ada hal yang menarik. Siwon memeluk pinggangku dengan posesif, mulutnya mendekati daun telinganku. Will menyeringai melihatnya.
"Aku tidak menyuruhmu menggoda kakakku!" bisiknya dingin.
Tubuhku menegang. Bibir dan tenggorokkanku kering. Bisikkannya melukaiku. Aku mendorongnya menjauh hingga pelukkan tangannya lepas dari pinggangku. Sebelum berlari keluar, aku menginjak kaki Siwon. Aku bisa mendengar suara rintihan kesakitan dibelakang punggungku, Will tertawa terbahak. Aku tidak memperdulikan bisik-bisikkan para tamu.

Kesakitan yang dia alami sekarang tidak sebanding dengan rasa sakit hatiku. Aku menunggu taksi di trotoar jalan, namun tidak kunjung datang. Seseorang memutar tubuhku menghadapnya.
"Sialan. Apa yang kau lakukan?" aku menepis tangannya kasar.
"Aku tidak mencoba menggoda kakakmu, br*ngsek," makiku kesal. Airmata tidak bisa ku tahan lagi. Aku menghindar saat dia mencoba menghapus airmataku. Matanya nampak terluka.
"apa kau pikir aku wanita penggoda?"
"Aku tidak mengatakannya seperti itu," serunya, lirih.
"Tapi, kau bermaksud mengatakannya seperti itu!" jeritku marah, mengalahkan suara kendaraan yang melawati kami. Emosiku meletup-letup di ubun-ubunku.
"Aku minta maaf," serunya lembut. Dia merengkuh tubuhku kedalam pelukkannya dengan erat, dibawah lengan berototnya. Aku tidak memberontak. Diam-diam menikmati aroma parfumnya.
"aku minta maaf," ulangnya. Jantungnya berdegup dengan normal.
"suasana hatiku tidak tepat melihat kau dan Will terlalu dekat. Aku hanya takut," aku menangkap nada ragu dari bibirnya. Takut kenapa? Apa dia menyimpan rahasia lagi dariku?
"Siwon," aku terdiam sesaat. Apa ini waktu yang tepat? Aku harus memberanikan diri, mungkin setelah ini, dia akan membagi rahasianya padaku. Aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya.
"apa sebaiknya kita menjauh saja?"
"Apa?"

BONUS
SIWON PROV

Aku selalu terpaku pada kecantikkannya yang mampu mengalahkan dewi-dewi yunani. Warna mata dan rambutnya sama sepertiku, cokelat. Kulitnya putih bersih dan halus. Hidungnya mancung, Tingginya hanya sebatas bahuku tapi itu tidak mengurangi kecantikkannya. Hal yang paling teristimewa di dirinya, dia pandai bercinta dan membuatku cepat mengeras. Aku ingin berteriak setiap kali orang menanyai hubungan aku dan dirinya malam ini, dipesta Tuan. Garzia.
"Dia adalah perempuanku. Milikku!"
Tetapi, semua kata-kata itu tertahan diujung lidahku. Aku tidak mau dia menamparku, mencemoohku, hal yang paling mengerikan, dia menjauhiku seandainya aku berbicara seperti itu. Dia nampak biasa saja saat aku mengenalkannya pada rekan bisnisku sebagai seketarisku. Merasakan seperti aku terperosok kedalam jurang penuh binatang buas.

Aku menanyakan, apa dia lapar? Dan menyuruhnya makan jika dia lapar. Aku tidak pernah makan ditempat pesta manapun, aku hanya minum. Mulutnya terbuka ingin menjawab pertanyaanku, namun tertutup kembali karna aku merogoh kantung celanaku mengambil ponselku yang bergetar. Emosi muncul kepermukaan diriku, mata penuh kemarahan dan geraman lolos dari mulutku saat membaca nama yang meneleponku. Aku menjawab panggilan itu.
"Sudah ku katakan jangan menggangguku lagi!" gigiku bergemelutuk. Dia menghela nafas.
"Aku tidak bisa sebelum kau mempertemukan Laurent denganku. Ba--" Aku memotongnya cepat. Menatap kearah Agnes yang sedang menatapku ingin tahu.
"Tunggu disini. Jangan melangkah pergi sebelum aku kembali." Aku langsung berbalik tanpa menunggu bantahan atau protesannya. Aku memilih tempat yang sunyi tanpa ada seseorang yang dapat mendengarku.
"Kau berbicara dengan siapa?" dia bertanya penasaran.
"Dengan siapa aku berbicara tidak ada hubungannya denganmu! Demi, Tuhan, Stella bisakah kau pergi menjauh dariku?" bentakku. Aku mengusap kasar wajah frustasiku dengan tangan yang lainnya.
"Kenapa? Kau dulu mencintaiku, Siwon," nada suaranya pelan menyerupai bisikkan. Aku tertawa kecut. Ya, itu dulu.
"Setelah lima tahun yang lalu kau menghancurkanku. Kau masih berani mengatakan itu? Jika tidak ada yang penting, sebaiknya jangan meneleponku."
"Tunggu," suaranya mencegahku ingin menutup teleponnya.
"aku merindukanmu dan Laurent. Biarkan aku menemui kalian. Aku datang jauh dari Korea hanya ingin melihat kalian. Lima menit saja aku dapat melihat kalian, aku akan kembali ke Korea." Aku menangkap nada kesakitan dari suaranya.
"Aku sudah menolakmu. Harus berapa kali aku menolakmu agar tidak terus menggangguku? Anakku tidak mengenal kau!" dua hari yang lalu aku dikejutkan kedatangannya secara tiba-tiba dikantorku saat jam istirahat.
Bersyukur bahwa Agnes tidak ada diruangan kerja. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Agnes mendengar pembicaraanku dengan Stella.
"Aku tahu. Maka dari itu, kenalkan aku dengan Laurent. Aku mohon, Won," suaranya bergetar, dia menangis. Dulu aku benci pada diriku sendiri, membuatnya menangis karna aku.

Aku diam sesaat. Berpikir apa yang harus aku katakan padanya. Menyakiti dirinya seperti dia menyakitiku itu bukanlah cara yang tepat. Aku tumbuh bukan untuk membalas dendam meskipun banyak bayangan hitam masa lalu yang tak pernah menghilang dari memoriku. Tak jarang ketika aku terbangun dari tidurku, ada air mata dipelupuk mataku. Kenangan buruk itu satu pasang dengan diriku seperti sepatu dan tali. Sepatu, aku. Tali, kenangan buruk. Tali yang selalu menempati setiap lubang sisi sepatu yang dibuang pemiliknya karna sudah jelek. Itulah aku. Tidak ada hal yang istimewah didalam diriku. Itulah mengapa aku menjadi pria tertutup akan masa laluku. Aku belum siap menceritakannya pada orang lain, sekalipun itu Agnes.
"Akan kupikirkan kembali," kataku akhirnya. Cepat atau lambat, Laurent akan bertemu dengannya.
"Aku senang akan hal ini, Siwon. Aku tidak sabar bertemu kalian berdua," ucapnya girang.
"Hhmm. Sudah puas apa yang kau dapatkan?"
"Kau terlalu sinis. Apa perempuan itu tahan denganmu?" dia terkikik.
"Aku tutup teleponnya!" aku serius melakukannya. Dia pasti memakiku karna tingkahku ini. Aku tidak memusingkannya.

Kenapa, pertanyaan terakhirnya membuatku gusar? Apa Agnes tahan padaku?
Pikiranku melayang jauh. Dia pernah kesal pada sikap posesifku -aku punya alasan kenapa aku posesif, dia membantah, protes tapi tetap melakukan yang aku mau. Dua minggu menghabiskan waktu bersama dengannya, inilah yang aku inginkan setengah tahun yang lalu. Menahan diriku, bersabar menunggunya sendiri. Tuhan mengabulkan doa setiap malamku. Didalam diriku mengatakan, aku membutuhkannya. Melindungi apa yang ku miliki. Aku tidak akan melepaskannya apapun yang terjadi. Agnes adalah milikku.

TBC..............

You May Also Like

0 comments

Komentar terakhir

Sponsor

Instagram

https://www.instagram.com/dianaoctvn/?hl=en