Genre : romance
Cast :
agnes mo as
her self -Min-Ho
as Adik Agnes
Choi siwon as
him self -Choi
Seung hyun (Top) as ex agnesLauren Choi as anak siwon -Tiffany as agnes Friend
And other cast find
by your self
HAPPY READING.........................
part 11
Sepertinya dia
menyimpan rahasia lagi dariku. "Siwon," aku terdiam sesaat. Apa ini
waktunya tepat? Aku harus memberanikan diri, mungkin setelah ini, dia akan
membagi rahasianya padaku. Aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya.
"apa
sebaiknya kita menjauh saja?"
"Apa?"
Dia melepaskan ku dari pelukkannya. Tangannya meremas bahuku, menjauhkan kedua
tangannya dari bahu ku saat aku meringis. Matanya redup, tidak ada harapan
disana ada setitik cahaya terang, tubuhnya menegang menjadi keras. Dia nampak
marah... Atau kecewa? Matanya tidak melotot menatapku, tidak juga berkedip.
Seandainya Tuhan memberikan aku kekuatan membaca pikiran orang, seperti pemeran
tokoh Edward di film twillight, sudah kulakukan dua minggu yang lalu. Dia
memiringkan kepalannya, mencubit hidung mancungnya.
"Coba
ulangin?" aku terkejut, dia berbicara pelan tanpa ada geraman dan gigi
bergemeletuk, tidak seperti tadi saat dia berbicara di telepon dengan
seseorang.
"Kau
mendengarnya," aku berusaha tenang.
"Aku tahu,
mulut sialanku membuat mu tersinggung. Aku minta maaf. Apa yang harus aku
lakukan agar kau memaafkan ku?" Aku tidak percaya, dia terlalu gampang
masuk kedalam perangkapku.
"Selama dua
minggu kita dekat, ternyata tidak sedekat yang aku pikirkan. Aku tidak mengenal
jauh tentangmu. Kau tahu makanan kesukaanku, jam berapa biasanya aku tidur
malam, sampai kau tahu merk pembalutku. Aku merasa ini... ini tidak adil,"
setiap kata yang aku ucapkan terdengar ragu. Aku memainkan kedua tanganku, saat
itu aku baru menyadari, aku tidak membawa apapun: tas tangan, dompet, ponselku.
Terlalu bersemangat pergi bersama Siwon membuat ku melupakan semua benda
penting yang harus selalu kubawa.
"Aku sudah
menceritakan padamu, bahwa aku mantan seorang vokalis. Kau tahu aku punya anak.
Kau tahu aku keturunan Korea. Itu yang kau maksud tidak adil?" tanyanya
tidak percaya. Dia mundur selangkah.
"kemana arah
pembicaraan ini kau bawa?" Matanya menyipit. Dia terlihat jelas bahwa dia
mencurigaiku. Semua yang dia katakan benar. Tapi, aku ingin lebih tahu
tentangnya dibandingkan semua mantannya. Seperti: apa dia pernah menikah
sebelumnya? Aku berharap sekarang.
"Ini pasti
ada kaitannya dengan Will. Aku benar?" dia memiringkan kepalanya kesisi
kanan. Dia maju dua langkah, aku mundur empat langkah. Aku menengadah,
berpura-pura bahwa aku tidak terintimidasi oleh tatapan mematikannya
--sejujurnya aku bergetar--. Mengapa kami seperti permainan Monopoli. Demi Tuhan,
aku tidak pernah melihat dua manusia berbeda gender bertengkar di trotoar.
"Katakan
padaku, Agnes Monica Muljoto!" suaranya meninggi. Aku tertegun. Lidahku
kering. Dia pernah menyebut nama lengkapku ketika tanpa sengaja menemukanku di
taman di Australia. Dia marah.
"Kau tadi
mengatakan, apa yang aku inginkan. Aku ingin kau menceritakan masa lalumu
padaku. Aku ingin kau berbagi padaku. Seharusnya aku yang marah bukan
kau!" aku membentaknya, kesal. Dia melarikan kesepuluh jarinya
mengacak-acak rambutnya menjadi berantakan tidak serapi tadi.
"Aku akan
mengantarmu pulang," ucapnya datar. Mataku berkedut. Aku berlari
kearahnya, menggenggam kedua tangannya. Apa aku seperti wanita murahan?
"Aku selalu
mengingatkan diriku, ini terlalu cepat. Tapi, perasaanku mengkhianati otakku.
Aku ingin sebuah komitmen dan keterbukaanmu padaku," ungkapku. Ini
menakjubkan 'kan? Aku telah merendahkan harga diri wanita. Yang dimana selalu
menunggu ketimbang mengungkapkan lebih dulu.
Dia diam sesaat
sembari terus melihat kearah mataku. Matanya terbaca, disana ada kesedihan,
kekecewaan, ketakutan dan kemarahan menjadi satu.
"Aku tidak
bisa jujur padamu." Aku melepaskan genggamanku, tubuhku melemas. Mataku
menangkap taksi kearah tempatku berdiri.
"Sebaiknya
kau ambil mobil diparkiran dan bawa aku pulang," aku mencoba baik-baik
saja tidak ada sesuatu yang terjadi diantara kami.
"Kau tunggu
disini?" Aku mengangguk.
"Ya,"
tidak. Dia berbalik tepat taksi sudah didepan mataku. Tanganku melambai
menyetop taksi, berlari cepat meninggalkan trotoar ketika taksi sudah menepi.
Bersamaan aku membuka pintu taksi, Siwon meneriakki namaku, aku segara masuk.
"Jalan,
pak," kataku cepat sebelum Siwon berhasil mencegah taksi ini. Aku
menggigiti kuku bercat biruku ketika aku hampir berteriak frustasi. Aku
menangis lagi karna putus cinta. Cintaku bertepuk sebelah tangan!
Kenapa ini sangat
menyesakkan dibanding TOP memutuskanku. Ini jauh lebih sakit. Aku memukul-mukul
dadaku yang terasa sesak dan panas. Air mata yang tidak kuharapkan, jatuh
membasahi wajahku. Aku sudah takut dari awal, aku akan menangis karna masalah
cinta dalam waktu dekat. Dan itu terjadi sekarang. Apa aku sudah gila? Pikiran
membutuhkan pria alien didrama korea yang dapat menghentikan waktu semaunya,
melintas di otakku.
"Apa butuh ke
Rumah Sakit, ma'am?" aku menggeleng, tidak sanggup berbicara karna mulutku
bergetar hebat -bukan hanya mulutku yang bergetar tapi sekujur tubuhku.
Aku ditolak!
Aku akan
kehilangannya. Dia tidak akan mau mendekatiku lagi karna aku menyuruhnya
menceritakan masa lalunya. Dan dia tidak mau jujur padaku, itu sudah bertanda
buruk. Apa kalian pikir aku menyesal? Tentu saja tidak, meskipun ini sangat
melukai hatiku.
Pikiranku menjadi
kacau bercampur dengan kepahitan. Dewi batinku mengasihaniku. Itulah akibatnya,
perasaan selalu bertindak lebih dulu dibandingkan logika. Ledek Dewi batinku.
Tinggalkan saja dia, dia tidak lebih baik untukmu. Banyak pria lain di luar
sana yang akan mengantri untuk menjadi kekasihmu. Iya benar, Siwon tidak baik
untukku. Dia tidak menaruh kepercayaannya padaku. Tapi, aku sudah mencintainya.